Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Utang Produktif Itu Baik, Utang Konsumtif Itu Jelek?

6 November 2023   08:55 Diperbarui: 8 November 2023   12:02 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi belanja online. (Sumber: Shutterstock via kompas.com)

Bijak dalam berutang sering dikatakan oleh orang tua kita ketika memberikan nasehat. Hal yang sama juga dikatakan oleh mereka yang mengaku sebagai financial planner.

Orang tua kita bisa jadi bukan orang sekolahan, tapi nasehatnya perlu kita perhatikan karena disampaikan berdasarkan pengalaman hidup yang panjang.

Sedangkan para perencana keuangan, tentu tak perlu diragukan lagi. Mereka menuntut ilmu khusus tentang finansial, sehingga menguasai secara teori dan ditambah pengalaman praktik.

Coba kita perhatikan baik-baik kalimat "bijak dalam berutang". Bukankah hal tersebut mementahkan pendapat yang menyamaratakan semua utang pasti jelek?

Ya, selama ini ada saja orang yang menganggap semua orang yang berutang sebagai orang yang tidak becus mengelola uang. 

Oleh karena itu, tindakan berutang, baik kepada orang lain, kepada bank, atau melalui pinjaman online (pinjol), merupakan hal yang mesti dihindari.

Artinya, bila betul-betul sudah tidak ada pilihan lain, barulah berutang dilakukan atau dalam kondisi terpaksa oleh situasi dan kondisi.

Padahal, tak sedikit orang kaya yang tetap menerima kredit alias berutang ke bank. Bahkan, perusahaan milik konglomerat sekali pun, biasanya utangnya juga besar.

Perusahaan yang menerima kredit bank malah punya rasa bangga, karena dipersepsikan sebagai perusahaan yang dipercaya oleh bank.

Ingat, sebelum bank mengucurkan kredit, petugasnya sudah menganalisis dengan cermat. Hanya calon peminjam yang prospek uahanya bagus yang disetujui bank permohonan kreditnya.

Kredit bank untuk suatu perusahaan, lazimnya digolongkan sebagai kredit produktif, baik dalam bentuk kredit modal kerja maupun kredit investasi.

Maksud kredit produktif adalah kredit yang digunakan untuk kegiatan usaha, seperti memproduksi suatu barang atau membeli suatu barang untuk dijual.

Adapun kredit modal kerja adalah kredit untuk operasional sehari-hari bagi pelaku usaha, contohnya untuk membeli bahan baku yang akan diolah, membayar upah tukang, biaya listrik, dan sebagainya.

Sedangkan kredit investasi adalah kredit untuk pendukung usaha yang penggunaannya berjangka panjang, seperti membangun pabrik, membeli mesin untuk memproduksi barang, dan lain-lain. 

Pada dasarnya, kredit produktif itu sangat bermanfaat bila dilakukan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat penggunaannya.

Nah, lawan dari kredit produktif adalah kredit konsumtif. Karena utang produktif itu baik, apakah kita bisa langsung mengatakan utang konsumtif itu tidak baik?

Utang konsumtif maksudnya adalah utang yang digunakan untuk membeli barang yang akan dikonsumsi atau digunakan sendiri oleh si pengutang.

Jadi, kalau utang produktif itu bersifat mengembangkan sesuatu, maka utang konsumtif sering dianggap menghabiskan sesuatu.

Membeli barang demi gengsi dengan cara berutang, termasuk juga untuk berwisata atau menggelar resepsi pernikahan yang mewah, contoh konsumtif yang menghabiskan tersebut.

Pengertian umum bahwa utang produktif itu mendatangkan keuntungan dan utang konsumtif itu untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan pribadi dan keluarga, betul adanya.

Namun, kata-kata "bijak dalam berutang" tak bisa diartikan sebagai anjuran untuk mengambil utang produktif dan menghindari utang konsumtif.

Kata "bijak" di atas sebaiknya diterjemahkan sebagai berhati-hati dengan kalkulasi yang tepat. Ini berlaku baik untuk utang produktif maupun konsumtif.

Utang produktif yang salah kalkulasi sangat berisiko. Bukankah ada saja pengusaha yang bangkrut dan asetnya disita oleh bank yang sebelumnya memberikan kredit?

Sebaliknya, utang konsumtif yang kalkulasinya tepat, seperti mengambil kredit pemilikan rumah (KPR) yang cicilannya bisa diambil dari gaji si pengutang, menjadi contoh yang baik.

Bahkan, KPR itu disebut juga sebagai utang konsumtif yang menguntungkan, karena harga rumah lama-lama akan naik. Berbeda dengan kendaraan yang lama-lama nilainya turun.

Utang konsumtif bisa pula menjadi produktif, misalnya mengambil utang untuk membeli rumah yang dijadikan kos-kosan atau kontrakan.

Sekali lagi, kata kuncinya adalah "bijak dalam berutang", sehingga utang bisa membawa berkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun