Mereka lebih tertarik menonton "televisi" dari aplikasi media sosial tertentu melalui telpon genggam atau melalui layar laptop masing-masing.
Sepanjang ada koneksi internet, baik dengan berlangganan wifi atau membeli paket internet, mereka sudah bisa menikmati informasi atau hiburan yang mereka sukai.
Lalu, berkat bujukan saya bahwa televisi itu masih ada pentingnya, atau mungkin karena kasihan saya tak bisa menonton timnas main, ia pun membeli STB.
Maka, 2 jam sebelum acara siaran langsung pertandingan sepak bola, salah satu televisi di rumah saudara saya sudah tak bersemut lagi.
Alhamdulillah, saya bisa menonton aksi timnas Indonesia yang berhasil membungkam Turkmenistan dengan skor 2-0.Â
Memang, tanpa televisi pun, saya punya alternatif lain dengan menonton dari saluran live streaming, namun bagi saya lebih nyaman menonton dari layar kaca.
Dugaan saya, sejak pemerintah melakukan analog switch off, jumlah pemirsa televisi di negara kita mengalami penurunan yang tajam.
Mereka enggan membeli STBÂ sebagai alat yang diperlukan untuk mengkonversi dari siaran analog ke siaran digital.
Toh percuma saja membeli STB, jika mereka sendiri semakin jarang menonton televisi. Jadi, program pemerintah itu justru semakin menegaskan perpisahan mereka dengan media televisi.
Ada pula yang merasa masih membutuhkan media televisi, tapi dengan cara berlangganan televisi kabel. Cara ini membuat mereka merasa tak perlu ikut-ikutan membeli STB.
Apakah program pemerintah yang menghentikan siaran televisi analog bisa disebut kurang efektif? Masih terlalu dini untuk bisa disimpulkan.