Jumlah di atas mencakup 1,91 juta debitur, dengan Non Performing Loan (NPL) posisi April 2023 terjaga di level 1,63 persen (republika.co.id, 15/7/2023).
Artinya, dengan berbagai kelemahan yang masih ada, program KUR mengalami banyak kemajuan. Besarnya kredit yang disalurkan dan banyaknya debitur UMKM yang menerima, menjadi bukti.
Secara kualitas keredit pun tergolong berhasil, mengingat NPL (yang menggambarkan kredit yang menunggak dalam pengembaliannya ke bank) relatif kecil.
Meskipun demikian, mengingat jumlah pelaku UMKM di negara kita sangat banyak, maka mereka yang merasa layak menerima tapi belum menerima, masih banyak pula.
Mereka yang sudah dapat KUR pun tidak berarti sudah merasa mendapat pelayanan yang memuaskan, sebagian masih ada yang dikeluhkannya.
Keluhan tersebut terungkap dari hasil kolaborasi antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan Ombudsman RI. Kedua instansi tersebut sengaja membuat "Posko Bersama Pengaduan KUR".
Mayoritas keluhan adalah masih banyaknya aduan terkait agunan KUR. Ternyata, bank-bank penyalur masih ada yang meminta agunan dari pelaku UMKM yang meminjam di bawah Rp 100 juta.
Sebagai catatan, dalam ketentuan perbankan, untuk kredit usaha, sebetulnya agunan utama adalah usaha si nasabah itu sendiri, seperti persediaan barang dagangnya.
Artinya, jika bank yakin usaha si nasabah memang menguntungkan, maka usahanya itu sudah memadai sebagai jaminan.
Tapi, dalam hal tertentu, bank akan meminta agunan tambahan, antara lain berupa sertifikat kepemilikan tanah atau bukti kepemilikan kendaraan bermotor.
Padahal, khusus untuk KUR dengan plafon pinjaman sampai dengan Rp 100 juta tidak diberlakukan agunan tambahan, sesuai dengan ketentuan Permenko Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023.