Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Korporasi Tuai Untung Besar, Pelaku UMKM Gigit Jari

12 Agustus 2023   05:14 Diperbarui: 12 Agustus 2023   06:07 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang keponakan saya yang lulusan S-1 kependidikan, memilih untuk fokus berdagang pakaian muslimah dengan mengandalkan promosi melalui beberapa aplikasi media sosial.

Awalnya, sang keponakan (panggil saja namanya Indah), sudah menjadi guru honorer di sebuah SMP di Payakumbuh, Sumbar.

Tahu sendiri betapa kecilnya honor guru di negara kita. Harapannya memang agar bisa menjadi guru ASN. Sayangnya Indah sudah dua kali gagal dalam seleksi ASN.

Sementara itu, usahanya berjualan hijab dengan rajin menggunggah foto di media sosial, cukup menjanjikan.

Makanya, Indah sejak 3 tahun lalu memilih berhenti jadi guru honor dan serius menjadi seorang pelaku wirausaha sistem daring. 

Agar pelanggannya juga bisa melihat langsung contoh barang, Indah kemudian membangun kios kecil bergaya kekinian di sudut teras rumahnya.

Tentu, pelanggan yang datang ke kios tersebut hanya yang berdomisili di Payakumbuh dan sekitarnya.

Namun, mayoritas pelanggan Indah justru datang dari berbagai penjuru, bahkan tak sedikit yang di luar Pulau Sumatera.

Itulah hebatnya berdagang via media sosial. Pelanggan bisa muncul dari mana-mana. Peran jasa ekspedisi sebagai pengirim barang menjadi sangat penting.

Ketika akan memasuki bulan puasa beberapa bulan lalu, Indah menghubungi saya. Ia bermaksud meminjam sejumlah uang sebagai modal untuk menyetok barang.

Saya dengan senang hati mentransfer uang yang diminta Indah. Meskipun ia bilang akan mencicil selama 1o kali, saya tidak terlalu mempermasalahkannya.

Namanya juga keponakan, itu kan tanggung jawab saya juga. Apalagi, Indah belum dapat jodoh hingga sekarang.

Adat Minang memang mengatakan "anak dipangku, keponakan dibimbing". Artinya, ada semacam kewajiban paman terhadap anak dari saudara perempuannya.

Awalnya, saat sekitar puasa dan lebaran, omzet Indah alhamdulillah lumayan. Sehingga, ia bisa mencicil pengembalian pinjaman kepada saya sebanyak 2 kali.

Namun, sejak Juni kemarin, Indah bercerita bahwa penjualannya betul-betul sepi dan hingga sekarang belum bisa mengembalikan uang saya. 

Saya sendiri dalam hati ikhlas membantu Indah. Makanya, Indah saya minta tidak usah berpikir soal utangnya. 

Kita pindah ke kisah lain. Kalau keponakan saya berdagang melalui media sosial, ada lagi kisah teman saya yang berjualan secara konvensional.

Teman ini juga berjualan pakaian muslimah di sebuah kios di pinggir jalan yang cukup ramai di kawasan pinggiran Pekanbaru.

Kondisi teman saya malah lebih parah ketimbang kisah keponakan di atas. Di bulan puasa kemarin pun teman ini omzetnya menurun dibandingkan bulan puasa tahun sebelumnya.

Padahal, teman tersebut terlanjur menyetok barang agak banyak dengan membeli secara langsung ke Pasar Tanah Abang Jakarta.

Lemahnya daya beli masyarakat dituding menjadi penyebab menurunnya omzet pelaku UMKM di berbagai daerah.

Namun, hal ini diduga bersifat temporer, karena masyarakat lebih mengutamakan biaya pendidikan anak-anak mereka.

Kebetulan sekarang lagi permulaan tahun ajaran baru. Biaya pendidikan terasa semakin mahal, apalagi bagi mereka yang akan kuliah.

Selain itu, saat cuti panjang perayaan Idulfitri lalu, masyarakat yang sudah 3 tahun tidak mudik karena pandemi, ramai-ramai mudik.

Jadi, begitu uang habis karena mudik, masyarakat mengerem konsumsinya, agar punya uang lagi untuk ongkos pendidikan anak-anak.

Akibatnya, belanja untuk berbagai produk dan jasa yang dihasilkan pelaku UMKM sengaja dihentikan dulu.

Saya sendiri melihat sesuatu yang kontras dengan nasib pelaku UMKM. Soalnya, banyak perusahaan besar yang melaporkan keuntungannya makin besar pada tahun 2022 lalu.

Kemudian, pada laporan keuangan sejumlah korporasi ternama, per semester pertama 2023, keuntungannya naik lagi.

Kebetulan, untuk perusahaan yang sudah berstatus "Tbk" (terbuka, artinya telah go public, sahamnya bisa dibeli publik), laporan keuangannya gampang diperoleh.

Coba saja cari berita tentang kinerja keuangan bank-bank nasional terkini, akan didapat informasi bahwa laba perbankan mengalami peningkatan.

Laba bank sebagian besar berasal dari bunga kredit korporasi yang disalurkan bank ke perusahaan-perusahaan kelas menengah ke atas.

Artinya, jika perusahaan yang menerima kredit, lancar mengembalikan pinjaman dan membayar bunganya ke bank, merupakan pertanda perusahaan itu sehat secara keuangan.

Apakah ini menandakan iklim ekonomi kita semakin mengarah kepada kapitalisme yang menguntungkan pemodal besar, tapi berdampak negatif pada UMKM?

Pemerintah perlu lebih menunjukkan keberpihakannya pada pengembangan UMKM melalui politik anggaran (APBN dan APBD) yang ramah UMKM.

Jika masyarakat mengurangi belanja, saatnya pemerintah membelanjakan APBN dan APBD kepada produk dan jasa UMKM yang dibutuhkan pemerintah.

Proyek pemerintah yang padat karya (membutuhkan buruh harian yang banyak), juga akan membantu. Dari upah buruh tersebut, diharapkan daya beli masyarakat kembali meningkat.

Dengan demikian, UMKM bisa bernapas lagi dan tidak tergilas keperkasaan perusahaan berskala besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun