Saya dengan senang hati mentransfer uang yang diminta Indah. Meskipun ia bilang akan mencicil selama 1o kali, saya tidak terlalu mempermasalahkannya.
Namanya juga keponakan, itu kan tanggung jawab saya juga. Apalagi, Indah belum dapat jodoh hingga sekarang.
Adat Minang memang mengatakan "anak dipangku, keponakan dibimbing". Artinya, ada semacam kewajiban paman terhadap anak dari saudara perempuannya.
Awalnya, saat sekitar puasa dan lebaran, omzet Indah alhamdulillah lumayan. Sehingga, ia bisa mencicil pengembalian pinjaman kepada saya sebanyak 2 kali.
Namun, sejak Juni kemarin, Indah bercerita bahwa penjualannya betul-betul sepi dan hingga sekarang belum bisa mengembalikan uang saya.Â
Saya sendiri dalam hati ikhlas membantu Indah. Makanya, Indah saya minta tidak usah berpikir soal utangnya.Â
Kita pindah ke kisah lain. Kalau keponakan saya berdagang melalui media sosial, ada lagi kisah teman saya yang berjualan secara konvensional.
Teman ini juga berjualan pakaian muslimah di sebuah kios di pinggir jalan yang cukup ramai di kawasan pinggiran Pekanbaru.
Kondisi teman saya malah lebih parah ketimbang kisah keponakan di atas. Di bulan puasa kemarin pun teman ini omzetnya menurun dibandingkan bulan puasa tahun sebelumnya.
Padahal, teman tersebut terlanjur menyetok barang agak banyak dengan membeli secara langsung ke Pasar Tanah Abang Jakarta.
Lemahnya daya beli masyarakat dituding menjadi penyebab menurunnya omzet pelaku UMKM di berbagai daerah.