Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kredit Macet UMKM di Bank BUMN Boleh Dihapus, Apa Dampaknya?

8 Agustus 2023   05:32 Diperbarui: 8 Agustus 2023   08:16 7817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi UMKM bidang kerajinan tangan| Dok. Shutterstock/Juan Herbert Girsang, dimuat Kompas.com

Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) merupakan tonggak baru dalam reformasi regulasi sektor keuangan di Indonesia.

Berdasarkan UU tersebut sekarang tengah digodok peraturan pemerintah yang lebih bersifat teknis, yang diyakini akan membuat sektor keuangan semakin maju.

Sebagai contoh, sebelumnya bank-bank milik negara tak boleh menghapus kredit macet UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) karena merugikan negara, tapi kini sudah dibolehkan.

Jika kredit macet UMKM sudah dihapus, harapannya tentu bank-bank bisa semakin ekspansif dalam mengucurkan bantuan pendanaan bagi pelaku UMKM.

Seperti diketahui, salah satu kelemahan UMKM adalah kekurangan modal. Makanya, pinjaman dari bank dengan persyaratan ringan dan bunga rendah, akan sangat membantu.

Bila UMKM banyak yang berhasil, perekonomian nasional akan berputar lebih cepat, dan para pencari kerja banyak pula yang terserap.

Memang, seorang pelaku UMKM paling-paling hanya membutuhkan beberapa orang tenaga kerja baru saja. Tapi, mengingat jumlah pelaku UMKM tersebut puluhan juta, maka secara keseluruhan akan membantu menurunkan angka pengangguran.

Kembali ke soal penghapusan kredit, sebetulnya penghapusan kredit merupakan hal yang sudah biasa di bidang perbankan. Hal ini tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri.

Perlu diketahui, ada 2 istilah yang berbeda artinya meskipun saling berkaitan, yakni hapus buku dan hapus tagih.

Hapus buku adalah menghapus pinjaman dalam daftar portofolio kredit yang diberikan bank, namun bank masih berupaya menagih ke nasabah yang telah dihapus buku tersebut.

Hapus tagih adalah tahap lanjut dari hapus buku. Ketika upaya menagih betul-betul telah mentok karena berbagai alasan, maka dilakukan hapus tagih.

Secara lebih teknis, semua bank sesuai regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga untuk memenuhi standar akuntansi, wajib membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

CKPN tersebut berfungsi sebagai "celengan" yang besarnya sejalan dengan besarnya kredit yang menunggak di suatu bank.

Jadi, semakin besar jumlah kredit macet, harus semakin besar pula CKPN yang wajib dibentuk bank tersebut.

Nah, ketika manajemen bank memutuskan menghapus buku kredit atas nama nasabah yang sudah sangat lama menunggak, maka penghapusan tersebut dilakukan dengan menggunakan CKPN.

Artinya, saldo pinjaman yang dihapus buku akan hilang dari daftar aset bank, bersamaan dengan berkurangnya CKPN sebesar kredit yang dihapus buku.

Namun demikian, daftar peminjam yang telah dihapus buku tetap muncul secara off balance sheet (di luar neraca), sebagai dasar bagi bank untuk tetap menagih.

Ketika nantinya pihak manajemen bank memutuskan untuk dihapus tagih, baru penagihan ke nasabah dihentikan.

Bagi bank swasta, kondisi di atas sudah berlangsung secara alami dan tak ada masalah. Bagi bank milik negara, ceritanya jadi lain. Hapus buku masih bisa, tapi hapus tagih bisa dinilai merugikan negara dan rawan tercampur dengan korupsi.

Saat ini ada 4 bank berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, dan Bank Mandiri.

Ada pula Bank Syariah Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari bank-bank BUMN di atas, di mana Bank Mandiri sebagai pemegang saham mayoritas.

Selain itu, juga ada banyak sekali bank milik daerah, karena setiap provinsi (kecuali beberapa provinsi baru hasil pemekaran) punya sebuah Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Jelaslah, dengan dominannya peran bank milik negara dan daerah, tentu jumlah pelaku UMKM yang menerima kredit juga sangat banyak. Dengan demikian, berita tentang dibolehkannya kredit macet UMKM dihapus, seyogyanya akan disambut gembira pelaku UMKM.

Tapi, jangan gembira berlebihan. Soalnya, pelaku UMKM yang kreditnya macet akan tetap muncul dalam SLIK, meskipun telah dihapus dari daftar kredit bank.

SLIK adalah Sistem Layanan Informasi Keuangan yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai pengganti BI Checking ketika masih dikelola Bank Indonesia (BI).

Semua bank wajib melaporkan dalam SLIK status peminjamnya, nasabah mana saja yang lancar dan mana yang menunggak.

Jika seorang nasabah sudah masuk daftar hitam sebagai nasabah macet di suatu bank, tidak bisa diproses lagi pengajuan kredit barunya di bank manapun.

Jadi, nasabah yang kreditnya macet, bila ingin mendapat kucuran kredit baru, harus melunasi kredit yang lama terlebih dahulu.

Hal itu karena ada prinsip prudential banking yang wajib diterapkan bank, di mana setiap akan memproses pengajuan kredit, harus melihat dulu status pemohon melalui SLIK.

Harapannya, penghapusan kredit macet UMKM bisa diikuti dengan pemutihan daftar nasabah UMKM yang macet kreditnya dalam SLIK.

Tentu, pemutihan seorang nasabah dalam SLIK perlu dilakukan secara selektif, hanya untuk nasabah yang bisnisnya potensial dan punya karakter yang baik.

Memang, penyebab kredit macet secara umum bisa karena usaha nasabah tidak potensial, atau karena nasabah tak punya niat baik untuk melunasi.

Kalaupun pemutihan dalam SLIK belum bisa dilakukan, adanya pembolehan bank-bank milik negara untuk menghapus kredit UMKM tetap akan berdampak positif.

Soalnya, setelah penghapusan itu, bank jadi bersih neracanya. Sehingga, bank lebih leluasa mengucurkan kredit baru bagi pelaku UMKM yang prospektif yang selama ini belum pernah dapat kredit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun