Itulah yang disampaikan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa (27/6/2023).
Terungkapnya kasus ini bermula dari laporan ke Kedutaan Besar RI di Tokyo yang dilakukan dua mahasiswa yang menjadi korban, ZS dan FY.
Berdasarkan laporan tersebut, mereka bersama 9 mahasiswa lainnya dikirim oleh salah satu Politeknik di Sumbar untuk mengikuti program magang.
Namun, apa yang ditemui mereka di Jepang sungguh berbeda dengan program magang pada umumnya.
Selama setahun mereka di Jepang diperlakukan sebagai buruh dengan ketentuan bekerja selama 14 jam setiap hari dari pukul 08.00 hingga 22.00 waktu setempat.
Waktu istirahat hanya 10 hingga 15 menit untuk makan, sehingga praktis mereka tak bisa beribadah salat. Celakanya, mereka bekerja setiap hari, tanpa ada hari libur di hari Sabtu-Minggu.
Perlu diketahui, program ini seperti bersifat formal karena mahasiswa yang akan berangkat magang ke Jepang itu diseleksi terlebih dahulu.
Setelah diselidiki, ternyata Politeknik tersebut tidak punya izin untuk program pemagangan di luar negeri, seperti diatur oleh Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan.
Hal ini perlu diwaspadai oleh mahasiswa politeknik lainnya atau mereka yang tertarik untuk kuliah di politeknik.
Jika ada yang mengiming-imingi dengan pengiriman mahasiswa magang ke luar negeri, jangan buru-buru mendaftar. Pastikan terlebih dahulu apakah ada izin magang dari instansi yang berwenang.
Semoga saja kasus tersebut di atas menjadi yang pertama dan terakhir. Kasihan mahasiswa yang jadi korban, impiannya agar mampu menerapkan ilmunya di tempat magang, jadi sirna.