Maksudnya, banyak perusahaan BUMN yang ukurannya besar, sehingga disebut sebagai "gajah", seperti Pertamina, PLN, Telkom, dan sebagainya.
Dengan ukuran besar, maka "gajah" akan lamban bergerak, padahal sebagai sebuah perusahaan seharusnya bergerak lincah seperti seorang penari.
Dulu, banyak strategi yang bagus, tapi hanya di atas kertas saja, karena tidak dieksekusi dengan baik. Makanya, Erick Thohir memberi penekanan pada soal eksekusi.
Strategi yang eksekusional adalah perkalian dua sumbu aksis, kata Erick Thohir (Merdeka.com, 3/3/2023).
Sumbu X adalah kenali misi atau tujuan, kenali inti masalah, dan eksekusi. Sumbu Y adalah kecepatan, keakuratan, dan keberhasilan.
Nah, dengan eksekusi ala gajah menari itulah, sekarang beberapa BUMN sudah lihai menari dengan indah. Tapi, masih ada yang terpeleset, yakni BUMN yang berkasus itu tadi.
Perlu ditambahkan, sebetulnya jumlah BUMN ada 114 perusahaan. Namun, sekarang dikonsolidasi menjadi 41 entitas yang kokoh dan efisien.Â
Artinya, satu entitas bisa terdiri dari satu BUMN induk dengan beberapa BUMN sebagai anak perusahaan.
Kembali ke soal raihan laba BUMN, Erick dan jajarannya belum saatnya berpuas diri. Masih banyak hal yang harus dibenahi, terutama agar tak ada lagi kasus korupsi.
Untuk itu, masalah pengawasan perlu mendapat perhatian serius. Keberadaan dewan komisaris harus difungsikan seefektif mungkin.
Komposisi anggota komisaris yang antara lain berisikan pejabat aktif di Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, sering dikritik para pengamat.