Inilah ujian berat bagi perbankan di era teknologi canggih. Berpacu dengan kebutuhan nasbah, sekaligus berpacu dengan kelihaian penjahat siber.
Bank yang pelayanannya lelet dan lemot akan ditinggalkan nasabah. Sistem yang error tidak hanya lelet, tapi malah gagal dalam memberikan pelayanan.
Apalagi, seperti yang dialami BSI selama beberapa hari yang telah disinggung di awal tulisan ini. Semoga tak ada lagi kejadian serupa di bank nasional manapun.
Jelaslah, bank yang telah mengimplementasikan sistem yang canggih, tidak bisa cepat berpuas diri dan membanggakan kecanggihannya.
Bank tersebut perlu pula secara paralel mengubah perilaku dan mental semua karyawannya, agar sinkron dengan teknologi canggih yang dipunyainya.
Bukan petugas bidang IT saja yang harus paham IT. Soalnya, karyawan non-IT yang tidak mampu menjadi pengguna sistem yang baik, berpotensi pula menimbulkan gangguan.
Kemudian, bank juga perlu memperhatikan perilaku nasabah. Sebagian nasabah diduga belum teredukasi dengan baik bagaimana cara bertransaksi yang aman.
Nasabah yang belum melek teknologi atau yang ceroboh sebagai pengguna teknologi, rawan jadi objek penipuan yang berpotensi bobolnya rekening nasabah.
Jadi, punya sistem terbaru bukanlah jaminan atas keamanan sistem operasional perbankan.
Karena yang terbaru pada hari ini, akan cepat sekali usangnya. Mungkin pada tahun depan sudah perlu diperbaiki dan disempurnakan.
Sehingga, perbaikan atau pembaruan terus menerus menjadi sesuatu yang mutlak. Inilah yang tadi disebut sebagai "jebakan" teknologi.