Jadi, sekiranya ada posisi jabatan yang lowong, akan diteliti siapa saja kandidat yang memenuhi persyaratan untuk mengisi jabatan tersebut.
Nah, persyaratan itu tidak hanya prestasi atau kinerja seorang pekerja, tapi juga kondisi keharmonisan keluarganya.
Logikanya begini, jika keluarga harmonis, maka seorang pekerja akan merasa tenang dan bisa fokus menyelesaikan tugasnya di kantor atau di tempat lain.
Kalau target-target yang dibebankan atasan bisa dicapai atau dilampaui secara konsisten, karier seorang pekerja bisa meningkat drastis.
Setelah lelah bekerja, si pekerja akan merasa nyaman sesampainya di rumah, karena disambut dengan senyum manis dan belaian mesra istri tercinta.
Maka, kehidupan akan seimbang antara karier dan keluarga. Saat di rumah, perhatian sepenuhnya untuk keluarga.
Sedangkan bagi yang masih tahap pacaran atau ta'aruf, bila punya calon suami atau istri yang pintar memotivasi, juga akan berpengaruh positif bagi pengembangan kariernya.
Sebaliknya, pasangan suami istri yang sering bertengkar, akan berpengaruh negatif terhadap karier. Bayangkan, rasa kesal terhadap pasangan bisa membuat mood saat berkeja jadi rusak.
Sebagai bukti sebuah instansi atau perusahaan memandang penting keharmonisan keluarga para pekerjanya, bisa dilihat dari ketentuan yang diberlakukan, antara lain seperti di bawah ini.
Pertama, ada ketentuan wajib cuti bagi pekerja yang tidak cuti-cuti selama waktu tertentu, katakanlah selama 1 tahun.
Tujuannya, agar pekerja punya waktu khusus untuk rekreasi bersama keluarga atau untuk bersosialisasi dengan sanak familinya.