Meskipun pada lebaran tahun ini terjadi pemecahan rekor jumlah pemudik yang ditaksir berjumlah 123 juta orang, saya bukan termasuk salah satunya.
Saya memilih untuk menikmati sepinya kota Jakarta saat ditinggal para pemudik, dan bersilaturahmi dengan beberapa famili yang sama-sama tidak mudik.
Memang, sejak ayah saya berpulang ke rahmatullah pada tahun 2009, sebelumnya ibu saya berpulang pada tahun 1990, saya terkadang tidak mudik.
Kemacetan yang luar biasa parah di Sumbar di saat lebaran, menjadi salah satu alasan yang membuat saya agak ogah-ogahan pulang kampung.
Tapi, bukan berarti saya jadi Bang Toyib yang tak pulang-pulang. Berziarah ke makam orang tua menjelang bulan puasa, menjadi kewajiban yang rutin saya jalani.
Lebaran tahun ini, di antara kami yang sekarang tinggal empat orang bersaudara kandung, hanya 2 orang yang berlebaran di kota asal saya, Payakumbuh, Sumbar.Â
Yang berdua tersebut, yakni kakak perempuan tertua saya dan seorang adik perempuan saya. Tentu keduanya mudik dengan rombongan keluarga besar (anak, menantu, dan cucu).
Nah, salah satu hal yang jadi perhatian saya saat melihat foto saudara yang berlebaran di kampung, adalah foto makanan yang dihidangkan.
Kakak saya seperti biasanya sejak beberapa lebaran terakhir ini, membuat soto Padang. Kalau si kakak ke Jakarta pun, saya pernah memintanya memasak soto di rumah saya.
Tapi, ada kejutan, adik saya ternyata membuat sate ayam dengan kuah kacang. Saya tidak tahu sejak kapan si adik bisa membuat sate.