Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mohon Maaf, Akuntan yang Gaptek Silakan Minggir

26 September 2023   07:55 Diperbarui: 30 September 2023   09:45 9956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. Freepik

Meskipun saya jarang menulis topik tentang akuntansi, tapi karena latar belakang pendidikan saya adalah ilmu akuntansi, saya tetap berusaha mengikuti perkembangan perakuntansian.

Saya kuliah di dekade 1980-an, di mana ketika itu akuntan masih terbilang langka karena hanya beberapa universitas saja yang diizinkan membuka program studi akuntansi.

Program studi tersebut melekat pada Fakultas Ekonomi, atau yang sekarang disebut dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). 

Dengan demikian, mereka yang lulus dari FEB jurusan Akuntansi, ketika itu menulis gelar di belakang namanya dengan: SE, Ak. 

Gelar Ak. (akuntan) dipasang setelah dengan bekal ijazah sarjana akuntasi mendaftar di Departemen Keuangan (sekarang disebut Kementerian Keuangan) untuk mendapatkan nomor register akuntan.

Kemudian, sejak dekade 1990-an, akuntan tidak bisa dibilang langka karena demikian banyak perguruan tinggi yang memproduksi sarjana akuntansi setiap tahunnya.

Namun demikian, mengingat pada dasarnya semua perusahaan dan juga semua instansi pemerintah membutuhkan akuntan, lulusan akuntansi relatif tidak lama menganggur.

Mereka yang gagal dalam seleksi di berbagai perusahaan atau untuk jadi PNS, masih punya peluang untuk bekerja di banyak Kantor Akuntan Publik (KAP).

Memang, untuk bisa menembus KAP big four dunia yang punya mitra di Indonesia (Ernst & Young, Deloitte, KPMG, dan PWC), sangat ketat proses seleksinya.

Tapi, banyak sekali KAP kecil berskala lokal yang menjadi tempat para akuntan yang baru lulus menimba pengalaman sebagai auditor independen.

Makin melimpahnya jumlah akuntan tentu membuat pesaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Namun, bagi yang gigih, besar harapan akan mendapatkan pekerjaan. 

Masalahnya, cara bekerja para akuntan dari masa ke masa mengalami banyak perubahan, dan sangat tergantung pada perkembangan teknologi informasi dan jaringan komunikasi. 

Akibatnya, ilmu yang dipelajari di bangku kuliah belum tentu sesuai dengan apa yang ditemui dalam dunia pekerjaan.

Selama ini, lulusan akuntansi di banyak perusahaan ditempatkan di berbagai unit kerja, baik di level kantor pusat, maupun level di bawahnya.

Misalnya, di unit kerja yang menyusun laporan keuangan, yang menganalisis laporan, yang membuat perencanaan anggaran perusahaan, dan yang melakukan fungsi pengendalian internal.

Nah, karena mereka bekerja sudah memakai sistem pembukuan yang real time online (pakai aplikasi khusus), para akuntan muda itu relatif lebih ringan pekerjaannya dibanding akuntan jadul.

Tapi, "kemanjaan" akuntan sekarang sering membuat mereka terlena, karena ada apa-apa solusinya sudah ada di aplikasi.

Akibatnya, logika akuntansi atau filosofi akuntansi para akuntan muda terkesan mulai berkurang. Misalnya, mereka diminta membuat jurnal pembukuan dari sebuah transaksi, mereka jadi kelabakan.

Padahal, jurnal pembukuan menjadi "makanan sehari-hari" akuntan jadul yang melakukan pembukuan secara manual.

Terlebih di saat ini, ketika artificial intelligence semakin berkembang, jangan-jangan akuntan pun butuh bantuan ChatGPT untuk menjawab jurnal pembukuan.

Pertanyaannya, akan seperti apa masa depan sarjana akuntansi, jika fungsinya bisa diambil alih oleh aplikasi? Haruskah mereka siap-siap untuk berganti profesi?

Berganti profesi atau bukan, pada intinya sarjana akuntansi jangan membatasi diri. Peran akuntan akan tetap ada, namun akuntan yang memahami ilmu lain akan lebih berhasil.

Maksudnya, akuntan perlu mengerti teknologi, memahami marketing, dan juga menguasai soal lingkungan hidup, dan ilmu lain yang berkaitan dengan isu-isu terkini. 

Diakui atau tidak, di antara sekian banyak bekal ilmu lain yang diperlukan akuntan, bidang teknologi lah yang paling urgen, agar bisa bersinergi dengan para perancang aplikasi sistem akuntansi. 

Sarjana teknologi informasi yang dibekali pelatihan akuntansi akan lebih disukai ketimbang sarjana akuntansi yang gagap teknologi (gaptek).

Aplikasi akuntansi yang akurat mutlak dibutuhkan, meskipun ironisnya karena aplikasi itu pula jumlah akuntan yang dibutuhkan akan berkurang. 

Bahkan, jika hanya untuk mengentri data, perusahaan tidak perlu merekrut sarjana akuntansi. 

Tapi, jangan lupa, akuntansi itu "seni" tersendiri karena ada unsur judgement, ada interpretasi, dan ada estimasi. Tak bisa secara total diserahkan pada aplikasi.

Apalagi, akuntan yang berintegritas tinggi dan punya akhlak baik, di manapun akan dibutuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun