Media massa, baik dalam format media cetak, media televisi, maupun daring, sejatinya harus bersikap netral atau independen. Tidak memihak partai politik (parpol) manapun.
Tentu, maksud hal di atas adalah untuk media massa yang dari awal sudah memilih menjadi media publik atau untuk orang banyak.
Bahwa ada media internal yang terafiliasi dengan parpol, ormas atau lembaga tertentu, biasanya dari namanya sudah ketahuan.
Contohnya, ormas Muhammadiyah mempunyai Majalah Suara Muhammadiyah, dan juga Stasiun Televisi "Tv Mu".
Pembaca atau pemirsa akan bisa menerima, jika pada media milik Muhammadiyah, isinya mayoritas tentang kiprah Muhammadiyah.
Nah, kalau kita perhatikan perkembangan media di tanah air, ternyata ada beberapa media yang sudah dulu eksis, kemudian karena pemiliknya menjadi pimpinan parpol, isi media jadi berubah.
Bagi pemirsa setia RCTI Group (stasiun televisi RCTI, MNC TV, Global TV, dan iNews TV), pasti sering menonton berita kiprah Partai Perindo.
Perindo adalah partai yang didirikan Hary Tanoesoedibjo, pemilik berbagai media, termasuk RCTI Group dan Koran Sindo.
Tapi, untung saja, untuk sementara ini, media milik Hay Tanoe belum dipermasahkan lawan politiknya.
Barangkali karena Perindo masih terbilang partai kecil. Bahkan, pada periode 2019-2024, tak ada wakil Perindo di parlemen, sehingga disebut juga partai non parlemen.
Berbeda halnya dengan dua media milik Surya Paloh, yakni Media Indonesia dan Metro TV.