Mereka awalnya tinggal bersama orang tua di Jakarta. Kemudian mereka menikah dan belum mampu membeli rumah di Jakarta.
Tapi, dengan mengambil kredit di bank, mereka masih mampu untuk mengambil rumah di Banten atau Jawa Barat.
Ada juga yang pindah setelah kedua orang tuanya meninggal, lalu jual rumah warisan orang tua, agar masing-masing ahli waris mampu membeli rumah di luar ibu kota.
Saya juga punya beberapa keponakan yang sehabis menamatkan SMA di Sumbar, kuliah di Jakarta, dan tinggal bersama saya.
Kemudian, beberapa keponakan tersebut akhirnya bekerja di Jakarta dan juga menemukan jodoh di Jakarta.
Setelah berkeluarga, ada keponakan yang tinggal di Depok, ada yang tinggal di Tangerang Selatan, dan ada yang di Cilegon.
Nah, dari cerita teman-teman saya dan juga para keponakan, semuanya sebetulnya ingin tinggal di Jakarta, namun dengan kondisi ekonominya, "terpaksa" pindah provinsi.
Saya tak hendak membantah IKLH Jakarta yang buruk. Tapi hengkangnya warga Jakarta sebagian bukan karena faktor IKLH, tapi faktor ekonomi.
Bahwa sebagian lagi karena tidak betah, sangat bisa dipahami. Itu juga dialami teman-teman saya yang lain.
Teman kantor saya yang berasal dari Yogyakarta, Malang, Surabaya, Semarang, dan kota lain di Jawa, banyak yang setelah pensiun di Jakarta, pindah lagi ke kota asal.
Tapi, seperti saya sendiri, teman dari berbagai provinsi di Sumatera, cenderung tetap tinggal di Jakarta meskipun sudah pensiun.