Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selama ini baru menjamin simpanan masyarakat yang berada di berbagai bank di negara kita, dalam hal bank mengalami gagal bayar.
Nah, sejak 2023 ini, ada kado tahun baru dari LPS bagi nasabah asuransi. Selain simpanan bank, LPS juga secara resmi menjamin polis asuransi.
Seperti diketahui, kasus dalam dunia asuransi di Indonesia relatif sering terjadi, yang berakibat nasabah tidak menerima haknya sesuai perjanjian yang tercantum dalam polis.
Kontan (2/9/2022) mencatat sejumlah kasus seperti yang dialami PT Bakrie Life (2009), Asuransi Bumi Asih Jaya (2013), dan AJB Bumiputera (2017).
Kemudian, kasus yang lebih baru menimpa PT Asuransi Jiwasraya (2018), Kresna Life (2019), PT Asabri (2019), Taspen Life (2021) dan Wanaartha Life (2022).
Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya memutuskan mencabut izin Wanaartha Life karena tidak bisa memenuhi ketentuan permodalan asuransi yang berlaku.
Jangan heran, bila hingga sekarang masih ada nasabah perusahan asuransi yang melakukan aksi demonstrasi, karena tidak tahu lagi bagaimana caranya agar bisa menerima haknya.
Para nasabah ibarat jatuh tertimpa tangga. Bukan hanya hasil investasinya saja yang tidak diterima, pokok dana yang diinvestasikan di perusahaan asuransi tersebut diduga  juga "amblas".
Jika bank mengalami kebangkrutan, sudah jelas aturan mainnya. Simpanan nasabah di bank berupa tabungan, deposito, atau giro, bisa kembali kepada yang berhak.
Tentu, simpanan yang kembali adalah yang memenuhi persyaratan LPS seperti diuraikan berikut ini.
Pertama, simpanan nasabah harus tercatat dalam pembukuan bank, demikian juga identitas pribadi nasabah.
Kedua, simpanan tersebut menerima imbalan dengan tingkat bunga tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS.
Tingkat bunga LPS sendiri selalu disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan moneter dan diumumkan di semua bank.
Ketiga, nasabah tidak melakukan kegiatan yang merugikan bank, seperti tidak memiliki kredit macet di bank.
Keempat, nilai simpanan yang dijamin maksimal per nasabah dan per bank Rp 2 miliar. Jika nasabah punya beberapa rekening di bank yang sama, harus dijumlahkan.
Sejarah terbentuknya LPS tak bisa dilepaskan dari krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1998 silam.
Ketika itu kepercayaan masyarakat terhadap perbankan boleh dikatakan runtuh, karena dilikuidasinya 16 bank.
Sangat tidak gampang bagi nasabah untuk mengambil uangnya sendiri yang sebelumnya disimpan di bank, karena banyak bank mengalami krisis likuiditas.
Jangankan bank kecil, bank besar saja diantre oleh barisan panjang nasabah yang akan menarik kembali simpanannya.
Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, sebagai langkah darurat, pemerintah memutuskan menjamin pembayaran seluruh kewajiban bank, termasuk simpanan masyarakat.
Tapi, hal itu jelas sangat berat bagi pemerintah. Betapa besarnya utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dikucurkan ketika itu, merupakan ongkos krisis yang sangat mahal.
Maka, akhirnya pemerintah pun mendirikan LPS pada tahun 2005. Modal awalnya dari pemerintah, dan setelah itu masing-masing bank membayar kontribusi secara berkala.
Kontribusi bank dihitung berdasarkan persentase atas jumlah simpanan masyarakat di masing-masing bank.
Nah, seperti apa nanti tata kelola penjaminan untuk polis asuransi? Apakah semua perusahaan asuransi juga wajib memberikan iuran kontribusi secara berkala?
Petunjuk pelaksanaan program LPS untuk asuransi belum terpublikasikan di media massa. Tapi, berita bagusnya, diharapkan kepercayaan masyarakat segera pulih terhadap asuransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H