Prediksi saya, akan sulit bagi Perancis untuk membalikkan keadaan. Ya, akhirnya itu tadi, saya mematikan layar kaca.
Paginya saya kaget membaca berita daring. Ternyata, meskipun Argentina juara, tapi skor sempat sangat ketat, 3-3, sebelum adu penalti.
Wow, ini pasti sengit dan pantang dilewatkan. Maka, siaran ulangan dari salah satu stasiun televisi mulai pukul 04.00 saya nikmati khusus mulai babak kedua.
Meskipun saya sudah tahu pada menit keberapa akan terjadinya gol serta bagaimana proses terjadinya gol, saya sengaja "mengosongkan pikiran" alias pura-pura tidak tahu.
Dengan demikian, emosi saya ikut larut menikmati momen-momen nyaris gol, yang sebetulnya saya tahu tidak akan gol.
Akhirnya saya tahu, keindahan sepak bola bukan hanya saat gol tercipta, tapi juga pada seluruh pergerakan bola dari kaki ke kaki (dan juga kepala).
Pantaslah, miliaran pasang mata tersihir oleh permainan yang sangat bermutu dari Argentina dan Perancis, katanya ini final ideal.
Dan asyiknya, saya bisa menonton sampai acara betul-betul selesai, termasuk penyerahan medali, tanpa rasa kantuk sama sekali.Â
Jika saya menonton langsung pada malam sebelumnya, pasti saya tidak akan menonton penyerahan medali. Kalau saya paksakan, pasti saya akan berkali-kali menguap.
Pada acara penyerahan medali, saya melihat momen menarik. Presiden Perancis yang sangat tegar naik ke pentas menyalami semua pemain kedua kesebelasan.
Mbappe, pemain andalan Perancis, terlihat sangat kecewa, dan tidak bisa tersenyum saat berpose dengan sepatu emas yang diperolehnya di depan para jurnalis.