Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kosongkan Pikiran, Cara Asyik Menonton Siaran Ulangan Piala Dunia

19 Desember 2022   11:33 Diperbarui: 19 Desember 2022   13:02 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nobar pertandingan bola | dok. bola.com/m.iqbal ichsan, dimuat bola.net

Sungguh saya tidak menyesal mematikan layar kaca ketika pertandingan final Piala Dunia 2022 di Qatar baru menyelesaikan babak pertama.

Ya, tentu semua sudah pada tahu, pada babak pertama, Argentina berhasil menang 2-0 atas Perancis. Suatu hal yang diluar dugaan saya, karena Perancis seperti kurang greget.

Saya lirik jam dinding, jarum pendek sudah diangka 11 dan jarum panjang di angka 12. Pantas saja rasa kantuk mulai menyerang.

Ada satu "penyakit" yang membuat saya tidak nyaman,  yakni susah tidur jika jam tidur saya diubah. 

Karena jadwal tidur saya biasanya memang sekitar pukul 22.30 hingga 23.15, dan sudah terbangun selambat-lambatnya jam 04.00 untuk salat subuh.

Makanya, saya pikir sebaiknya saya matikan saja layar kaca. Ini persis seperti ketika saya menonton pertandingan sehari sebelumnya.

Pada laga perebutan tempat ketiga tersebut, saya hanya menyaksikan hingga babak pertama usai

Paginya, ketika saya tahu skor akhir Koasia menang 2-1 atas Maroko, saya merasa gembira. Saya tidak merasa rugi lebih cepat tidur, karena ternyata tak ada gol di babak kedua.

Nah, untuk laga final, saya sudah berniat untuk menonton siaran langsung sampai selesai. Bukankah hanya sekali dalam 4 tahun?

Sebagai persiapan, saya mencoba untuk tidur siang, pada Minggu (18/12/2022). Sayangnya, karena tidak terbiasa, saya tak tertidur.

Tapi, karena Argentina sudah meraih kemenangan 2-0 di babak pertama, pikiran saya berubah dan merasa pertandingan sudah selesai. 

Prediksi saya, akan sulit bagi Perancis untuk membalikkan keadaan. Ya, akhirnya itu tadi, saya mematikan layar kaca.

Paginya saya kaget membaca berita daring. Ternyata, meskipun Argentina juara, tapi skor sempat sangat ketat, 3-3, sebelum adu penalti.

Wow, ini pasti sengit dan pantang dilewatkan. Maka, siaran ulangan dari salah satu stasiun televisi mulai pukul 04.00 saya nikmati khusus mulai babak kedua.

Meskipun saya sudah tahu pada menit keberapa akan terjadinya gol serta bagaimana proses terjadinya gol, saya sengaja "mengosongkan pikiran" alias pura-pura tidak tahu.

Dengan demikian, emosi saya ikut larut menikmati momen-momen nyaris gol, yang sebetulnya saya tahu tidak akan gol.

Akhirnya saya tahu, keindahan sepak bola bukan hanya saat gol tercipta, tapi juga pada seluruh pergerakan bola dari kaki ke kaki (dan juga kepala).

Pantaslah, miliaran pasang mata tersihir oleh permainan yang sangat bermutu dari Argentina dan Perancis, katanya ini final ideal.

Dan asyiknya, saya bisa menonton sampai acara betul-betul selesai, termasuk penyerahan medali, tanpa rasa kantuk sama sekali. 

Jika saya menonton langsung pada malam sebelumnya, pasti saya tidak akan menonton penyerahan medali. Kalau saya paksakan, pasti saya akan berkali-kali menguap.

Pada acara penyerahan medali, saya melihat momen menarik. Presiden Perancis yang sangat tegar naik ke pentas menyalami semua pemain kedua kesebelasan.

Mbappe, pemain andalan Perancis, terlihat sangat kecewa, dan tidak bisa tersenyum saat berpose dengan sepatu emas yang diperolehnya di depan para jurnalis.

Ada juga momen maha bintang Lionel Messi yang sangat ekspresif memperlihatkan kegembiraan di sisa kariernya yang mungkin bakal pensiun.

Messi juga mendapat hadiah, dipasangkan jubah khas Qatar oleh Emir Qatar. Artinya, Messi diperlakukan sangat istimewa.

By the way, saya sungguh salut dengan banyak Kompasianer yang sudahlah menonton siaran langsung hingga selesai, eh, masih kuat menuliskan dan menayangkannya pada dini hari.

Lebih salut lagi, beberapa di antarnya adalah warga Indonesia bagian timur, yang waktu malamnya datang lebih cepat. 

Kompasiana memang terasa semarak selama Piala Dunia, dan saya sungguh betah berlama-lama membaca tulisan dari para pencinta bola.

Sedikit flashback, saya ingin menambahkan dengan cara saya menonton siaran langsung pada waktu-waktu sebelumnya.

Jika pertandingan mulai pukul 02.00, tanpa ada laga yang pukul 22.00, ini lebih nyaman buat saya, biasanya paling tidak saya mengikuti mulai babak kedua berjalan.

Kalau ada dua pertandingan pukul 22.00 dan 02.00, saya akan menikmati babak pertama yang jam 22.00 dan babak kedua yang jam 02.00.

Artinya, durasi tidur saya sekitar 4 jam. Jika tidur nyenyak, 4 jam sudah cukup untuk membuat saya segar di pagi hari.

Tentu, saya tidak bisa menikmati semua gol yang tercipta selama Piala Dunia dari siaran langsung televisi.

Namun, semua adegan gol yang tidak sempat saya lihat secara langsung, akan saya ikuti dari berita televisi atau dari aplikasi tertentu.

Piala Dunia Qatar usai sudah dengan banyak kejutan, kita tungga Piala Dunia 2026 yang semoga makin seru. Siapa tahu, Timnas Indonesia ikut. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun