Bagi mereka yang libur setiap Sabtu dan Minggu, mungkin ada yang tidak menyadari bahwa pada Sabtu (8/10/2022) kemarin, bertepatan dengan perayaan Hari Maulid Nabi 2022.
Tapi, bagi mereka yang concern dengan pengajian dan bertekad untuk melaksanakan ajaran agama dengan lebih baik, tentu jauh-jauh hari sudah tahu tentang kapan peringatan Maulud Nabi di tahun ini.
Apalagi, di daerah tertentu, biasanya ada acara khusus yang dilakukan yang sudah mentradisi sejak zaman dulu.
Atau, paling tidak, di banyak masjid atau kantor, biasanya diadakan acara peringatan dengan mendatangkan penceramah yang sudah punya nama.
Dengan berbagai acara di atas, tentu diharapkan tidak sekadar berhenti pada kegiatan ramai-ramai saja, atau sekadar formalitas semata.Â
Justru, seyogyanya acara tersebut menggugah kita untuk menjadi orang yang lebih baik, baik dalam beribadah, maupun dalam muamalah (hubungan sesama manusia).
Bukankah banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil dengan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut?
Bahkan, sebetulnya hikmah tersebut juga relevan dilihat dari berbagai segi, termasuk soal ekonomi, politik, hukum, dan berbagai persoalan pelik yang tengah dihadapi bangsa kita saat ini.
Kebetulan, sekarang ini hingar bingar politik menuju Pemilu 2024 semakin keras bergaung. Beberapa partai sudah heboh dengan deklarasi calon presiden.
Sementara itu, para ekonom mengingatkan bahwa kita akan memasuki masa resesi. Padahal, sekarang saja banyak orang yang menjerit dengan kenaikan harga berbagai barang.
Musibah pun seakan sambung menyambung terjadi di negara kita. Ada bencana alam seperti gempa dan banjir terjadi di berbagai penjuru.
Ada pula kecelakaan lalu lintas yang semakin sering terjadi yang membawa korban jiwa yang banyak. Jalan raya seolah-olah jadi "pembunuh" nomor satu di Indonesia.
Terakhir, terjadi pula tragedi Kanjuruhan yang menewaskan lebih dari 100 orang suporter klub sepak bola Arema FC.
Bisa jadi kita menganggap semua persoalan di atas adalah masalahnya pemerintah atau pihak lain yang punya kewenangan.Â
Anggapan tersebut tidak salah. Secara prosedural memang seperti itu, ada instansi tertentu yang harus mengawasi dan mengambil tindakan.
Namun, disadari atau tidak, masing-masing kita secara individu, terlepas dari apapun pekerjaan kita, harus ikut berperan memperbaiki keadaan.
Toh, pada akhirnya masalah tersebut berakibat pada masalah kesehariaan kita. Ada yang akibatnya terasa langsung seperti kenaikan harga BBM atau barang kebutuhan pokok.
Ada pula yang berakibat tidak langsung seperti keikutsertaan kita dalam memilih pemimpin melalui mekanisme pemilu.
Nah, di mana kaitannya dengan hikmah Maulid Nabi? Begini, kalau tidak keliru, nabi diutus salah satunya untuk menyempurnakan akhlak ummatnya.
Maka, soal bagaimana caranya agar diri kita masing-masing mampu memiliki akhlak yang baik atau akhlakul karimah, ini menjadi penting dalam berinteraksi dengan manusia lain.
Jangan anggap soal akhlak adalah soal kecil. Seorang yang baik akhlaknya, punya cara yang baik dalam menyikapi musibah atau menghadapi suatu masalah yang pelik.
Lebih jauh lagi, jika seorang yang punya kewenangan juga berakhlak baik, pasti ia akan mengambil keputusan yang baik dan menyosialisasikan dengan baik pula.
Kemudian, dengan akhlak yang baik pula masyarakat bisa merespon sebuah kebijakan. Dengan demikian, insya Allah beban yang kita hadapi bisa jadi lebih ringan.
Akhlakul karimah adalah akhlak yang baik dan terpuji seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad.
Sedangkan akhlak itu sendiri merupakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sengaja yang muncul dari dorongan jiwa secara spontan.
Jelas, akhlak terbentuk dari kebiasaan kita sehari-hari, sehingga melakatlah sifat atau tabiat tertentu pada diri kita.
Memang, ada semacam reduksi makna akhlak menjadi semacam soal sopan santun, tata krama, menghargai orang lain, berkomunikasi secara baik, dan sejenis itu.
Hal itu betul. Makanya, kalau itu diterapkan oleh semua kita, pasti kasus kekerasan antar manusia akan berkurang.
Maraknya kasus KDRT, anak membunuh orang tua, orang tua membunuh anak, pelecehan seksual, bukankah semuanya menjadi indikasi terjadinya kemerosotan akhlak?
Namun, soal-soal negara yang berkaitan dengan politik, pembangunan dan kemasyarakatan juga sangat tergantung pada akhlak pejabat dan aparat terkait.Â
Nabi sendiri dalam memimpin menunjukkan sikap yang jujur, dapat dipercaya (memegang amanah), menyampaikan kebenaran (bukan hoaks) dan cerdas dalam memutuskan sebuah perkara.
Jadi, suburnya praktik korupsi juga indikasi kemerosotan akhlak, karena mempertontonkan ketidakjujuran, ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset.
Korupsi juga mengakibatkan hilangnya sensitivitas dan kepedualian terhadap sesama, mengingat uang negara yang dikorup pada dasarnya adalah uang rakyat.
Maka, mari kita semua, dari pejabat hingga seluruh masyarakat, meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW.
Hal ini diyakini menjadi jawaban terhadap fenomena kemerosotan akhlak pada masa sekarang. Dengan akhlakul karimah, kita songsong masa depan Indonesia yang cerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H