Mari kita bedah lirik tersebut, terlepas dari apakah hal itu pengalaman langsung Ebiet G Ade di kereta biru malam (sering disingkat dengan kereta Bima), atau sekadar imajinasinya saja.
Pada bait-bait awal, Ebiet terkesan menyalahkan pasangannya yang bisa ditafsirkan sebagai orang yang "mengundang" melalui "gelora cinta membara di pipimu".
Bahkan, pasangannya tersebut pula yang agresif dengan mengulurkan selimut biru dan sekaligus menyalakan gairah nafsu si aku.
Namun, pada bait terakhir (mohon maaf, ini mungkin kebiasaan banyak lelaki), Ebiet menuliskan sebagai orang yang dengan sengaja mengucapkan janji untuk diingkari, dan menciptakan dosa untuk didiamkan.
Baik, kita tinggalkan saja lagu Ebiet di atas. Berikut ini semacam imbauan bagi para penumpang kereta api yang bepergian dengan pasangannya, baik yang sudah suami istri maupun yang berpacaran.
Bermesraan di kereta malam memang mengsyikkan dan bahkan bisa menghanyutkan, dalam arti pasangan tersebut bisa lupa bahwa di kereta ada banyak penumpang lain.
Makanya, sangat penting adanya kesadaran penumpang yang berpasangan untuk tetap menjaga sopan santun.Â
Jangan sampai melakuan hal yang tak pantas jika terlihat oleh penumpang lain dan diukur dari etika yang berlaku di negara kita, bukan etika di negara barat.
Boleh jadi sekadar berpegangan tangan masih oke, memiringkan kepala ke arah pasangan pun masih bisa ditolerir.
Tapi, gerakan lain yang lebih dari itu, mohon jangan dilakukan. Penumpang lain belum tentu semuanya tidur, ada juga yang pura-pura tidur.
Bagi penumpang lain, melihat pemandangan orang yang lagi asyik pacaran di depan matanya, bisa jadi akan mengganggunya.