Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tentang Pengarahan si Bos yang Dibuat oleh Anak Buah

26 Oktober 2022   05:04 Diperbarui: 26 Oktober 2022   16:38 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bekerja di instansi pemerintah atau perusahaan yang berstatus badan usaha milik negara/daerah (BUMN/D), tentu iklimnya berbeda dengan perusahaan swasta.

Di perusahaan swasta, bos dan anak buah biasa saja saling bercanda, sepertinya tidak berlalu berjarak. Hal demikian jarang terlihat di BUMN.

Soalnya, bos perlu jaim (jaga image), sedangkan anak buah sungkan ke atasan, baik karena takut atau karena segan.

Saya yang lama bekerja di sebuah BUMN, cukup heran menyaksikan para auditor dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit laporan keuangan perusahaan tempat saya bekerja.

Perlu diketahui, KAP di atas adalah KAP bertaraf internasional karena disupervisi oleh nama besar yang berstatus the big four di dunia.

Tapi, yang sehari-hari mengaudit tentu kebanyakan auditor lokal Indonesia. Artinya, mereka cukup paham dengan budaya kerja di BUMN.

Makanya, para auditor tersebut juga pandai berbasa basi dan sikapnya kepada bos-bos juga terkesan menghormati.

Mereka tahu betapa hormatnya bawahan di perusahaan negara kepada atasannya, dengan cara berbicara penuh sopan santun. 

Sebaliknya, atasan kalau berbicara dengan nada agak marah kepada bawahannya, menjadi hal yang wajar.

Semua KAP berstatus swasta. Auditor independen yang jadi pegawai negeri kebanyakan bekerja di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Jadi, cara bekerja KAP tentu tidak ikut-ikutan gaya instansi pemerintah. Jika sesama mereka berinteraksi, cenderung tidak berbasa basi. 

Bahkan, anak buah biasa saja panggil nama ke atasannya, tanpa embel-embel pak atau bu. Cara seperti ini tabu di BUMN.

Memang, di pemerintahan, isi pembicaraan yang baik kalau disampaikan dengan cara kurang baik, cenderung tidak diterima.

Soal strata jabatan menjadi hal yang jangan sampai terabaikan. Sikap yang terkesan menentang atasan, bisa berakibat fatal.

Bos diposisikan untuk memberikan petunjuk, pedoman, atau pengarahan. Sedangkan bawahan diposisikan sebagai pihak yang melaporkan dan sekaligus yang meminta pengarahan.

Uniknya, poin-poin pengarahan si bos sebetulnya juga dibuatkan oleh bawahannya, meskipun dengan sedikit koreksi dari bos.

Maka, dalam suatu forum rapat kerja yang dipimpin oleh si bos, lazimnya diawali laporan dari ketua panitia pelaksana.

Laporan tersebut antara lain berisikan tentang latar belakang diadakannya rapat kerja, tujuan yang ingin dicapai, agenda yang dibicarakan dan jumlah peserta rapat.

Yang jangan sampai terlupakan, laporan tersebut diakhiri dengan perkataan "demikian laporan kami, selanjutnya mohon arahan bapak," yang ditujukan kepada si bos.

Arahan tersebut itulah yang butir-butirnya sudah disiapkan oleh tim di kepanitiaan dan telah disetujui oleh si bos.

Bos yang kurang mumpuni tapi karena faktor tertentu bisa menjadi bos, biasanya akan membacakan begitu saja apa yang disusun bawahannya.

Jadinya, kalau dipikir-pikir, sama saja dengan anak buah membuat pengarahan untuk diri mereka sendiri.

Namun, oleh bos yang memang berpengalaman, jam terbangnya tinggi, dan kapasitasnya layak menjadi bos, konsep yang dibuatkan anak buahnya dibacakan sedikit saja.

Selanjutnya, si bos lebih banyak memberikan arahan yang merupakan hasil improvisasinya secara spontan.

Begitulah kira-kita tata krama dalam forum rapat resmi di kantor-kantor pemerintah dan perusahaan negara.  

Tapi, hal di atas lebih banyak ditemukan pada masa lalu. Sekarang, berkat berbagai pelatihan, di perusahaan milik negara sudah mulai banyak perubahan. 

Bos-bos semakin terlihat kapabilitasnya, sehingga materi yang disusun anak buah akan banyak dikoreksi.

Gaya perusahaan swasta yang membolehkan karyawannya berpakaian kasual, mulai ditiru banyak BUMN, meskipun di hari tertentu wajib berbaju batik.

Bos yang bergaya jaim mulai berkurang. Sekarang bos lebih bersikap terbuka, tidak bossy dan lebih berperan sebagai coach.

Namun, para karyawan diharapkan tidak kebablasan, dalam hal tertentu harus tahu batas. Sedikit basa-basi dalam berkomunikasi tetap ada.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun