Setelah era Orde Baru berakhir, PDI versi Megawati dideklarasikan sebagai PDI Perjuangan (PDIP) pada 14 Februari 1999.
Namun demikian, karena dinilai sebagai lanjutan dari PDI, maka PDIP tetap memperingati tanggal 10 Januari sebagai hari ulang tahunnya, mengacu pada pendirian PDI pada 10 Januari 1973.
Adapun Golongan Karya yang merupakan kendaraan politiknya Presiden Soeharto, awalnya dimaksudkan menjadi tempat berhimpunnya beberapa organisasi fungsional.
Dulu, ada 3 jalur di Golkar yang disebut dengan Jalur ABG, yakni ABRI (militer), birokrat, dan golongan fungsional. Dalam hal ini, kalangan militer adalah purnawirawan TNI/Polri dan birokrat adalah pensiunan pejabat pemerintahan.
Tapi, bukan rahasia lagi, pegawai negeri sipil (PNS), karyawan BUMN/D, beserta keluarga masing-masing diminta untuk memilih Golkar pada Pemilu selama Orde Baru.
Padahal, Pemilu selama rezim Soeharto memakai semboyan "luber", yakni dilakukan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Partai Golkar sekarang memang terusan dari Golkar era Orde Baru, tapi dulu Golkar emoh disebut sebagai partai. Makanya, peserta pemilu adalah 2 partai dan satu golongan, yakni Golkar.
Golkar versi reformasi harus bersalin rupa dengan terang-terangan menyebut sebagai Partai Golkar, karena di saat tumbangnya Orde Baru, tedengar juga tuntutan dari sebagian masyarakat agar Golkar dibubarkan.
Dengan cerdik, Golkar melakukan transformasi, sehingga tidak lagi bergaya Orde Baru, tapi juga merasa bagian dari kelompok pendukung reformasi.Â
Tapi, justu di era reformasi pula Golkar mengalami "pembelahan" dengan lahirnya beberapa partai yang dipimpin oleh mantan kader Golkar, seperti Partai Hanura, Gerindra, dan Nasdem.
Nah, jelaslah bahwa ke 3 partai yang lahir di era Orde Baru, semuanya telah menempuh jalan panjang dan berliku.