Dalam bisnis perbankan dikenal istilah "know your customer" (KYC) sebagai sebuah kewajiban bank dalam rangka mengantisipasi adanya transaksi yang tidak wajar atau yang mencurigakan.
Katakanlah ada nasabah bank yang pekerjaannya sebagai pejabat di sebuah instansi pemerintah, tiba-tiba mendapat transfer dalam jumlah sangat besar, maka hal ini perlu dilaporkan ke lembaga yang berwenang.
Lembaga dimaksud adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Laporan dari bank akan didalami PPATK untuk menentukan apakah ada indikasi tindakan pencucian uang (money laundering).
Jadi, jika ada uang hasil korupsi yang mau dicuci, transaksi yang berkaitan  dengan perjudian dan narkoba, atau transaksi untuk mendanai terorisme, yang dilakukan melaui bank, akan mudah ketahuan.
Ketentuan tentang KYC di perbankan tidak hanya berlaku di Indonesia, tapi sudah merupakan ketentuan internasional.Â
PPATK bisa minta bantuan lembaga sejenis di negara lain untuk mendapatkan informasi kalau ada koruptor di negara kita yang menyimpan uangnya di bank di luar negeri.
Tulisan ini tidak membahas lebih jauh soal KYC, meskipun harus diakui bahwa KYC sangat bermanfaat di perusahaan apapun, tidak hanya di perbankan.
Sebagai contoh, bagi pengusaha di bidang fasihion, dengan mengetahui profil pelanggannya, tentu akan berusaha menyediakan produk yang disukai pelanggannya.
Tapi, selain KYC, manajemen suatu perusahaan jangan pula melupakan Know Your Employee (KYE) atau mengenal para karyawannya sendiri.
Baik di perusahaan yang punya ribuan karyawan atau yang hanya punya beberapa orang saja, KYE sangat relevan.Â
Hanya saja, di perusahaan yang besar dan punya banyak kantor cabang, tentu KYE dimaksud adalah anak buah langsung dari seseorang yang punya jabatan.