Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ada 6 Jenis Aset, yang Terpenting Bukan Aset Finansial

5 September 2022   04:25 Diperbarui: 5 September 2022   06:57 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aset|dok. shutterstock, dimuat pinhome.id

Bagi yang belajar ilmu akuntansi, tentu sudah sangat paham tentang apa itu aset atau disebut juga harta. Dalam bahasa Inggris disebut assets.

Jika dilihat pada neraca keuangan, aset tesebut berada di sebelah kiri, yang harus seimbang dengan daftar sisi kanan yang terdiri dari utang dan modal.

Artinya, aset seseorang atau aset sebuah perusahan tersebut bisa berasal dari modal sendiri atau utang. Tentu, secara pribadi, akan lebih bagus bila aset semuanya berasal dari modal, alias tidak ada unsur utang.

Secara umum, aset tersebut dikelompokkan atas aset lancar dan aset tidak lancar. Aset lancar adalah berupa uang tunai, saldo simpanan di bank, dan aset lain yang gampang dicairkan menjadi kas seperti emas.

Sedangkan aset tidak lancar, ada banyak sekali, dan tidak bisa dijual seketika jika tiba-tiba membutuhkan uang tunai. Contohnya adalah rumah, gedung kantor, ruko, kendaraan, dan sebagainya.

Baik aset lancar maupun tidak lancar disebut sebagai aset finansial, karena secara keuangan ada nilainya (di negara kita dinilai dalam rupiah).

Tapi, karena  tulisan ini bukan tentang akuntansi, maka pada dasarnya kita semua punya 6 jenis aset. Aset finansial adalah salah satunya, dan justru bukan yang terpenting.

Adapun 5 aset lainnya, adalah seperti diuraikan berikut ini dan silakan ditimbang-timbang mana yang paling penting.

Pertama, aset yang bersifat jasmani (body asset), yakni fisik atau tubuh kita. Sering kita tidak menyadari, tubuh kita sangat tinggi nilainya.

Buktinya, bila satu organ tubuh saja yang sakit, akan sangat menyiksa kita. Justru ketika sakitlah kita menyadari betapa pentingnya arti kesehatan.

Berolahraga dan beristrirahat yang cukup, serta menerapkan pola makan yang sehat, menjadi penting sekali untuk kesegaran tubuh. Tak ada gunaya aset finansial yang berlimpah bila kita sedang sakit.

Kedua, aset yang bersifat rohani (spiritual asset) atau jiwa kita. Aset ini berupa hubungan kita dengan Tuhan, atau habluminallah dalam ajaran Islam.

Beribadah dan berdoa menjadi "makanan"-nya, yang bila dilakukan dengan benar akan membuat kita merasa damai, sabar, tenang dan bijak dalam mempertimbangkan serta memutuskan sesuatu.

Ketiga, aset berupa pikiran (mind asset) yang terbentuk dari ketekunan kita dalam belajar, berpikir, mengingat, termasuk dalam menghasilkan karya atau kreasi.

Lebih jauh, dalam menilai kompetensi cara berpikir seseorang, paling tidak mencakup kemampuan dalam analytical thinking, conceptual thinking, dan strategic thinking.

Aset pikiran ini membantu kita dalam dalam meniti karier ke level tertinggi yang bisa kita raih, sebagai refleksi dari ilmu pengetahuan, keahlian dan pengalaman kita. 

Keempat, aset berupa keluarga kita (familiy asset). Menurut versi film Keluarga Cemara, harta yang paling berharga adalah keluarga.

Kita boleh saja berbeda pendapat dengan Keluarga Cemara. Tapi, kita tak bisa menyangkal bahwa keharmonisan dalam sebuah keluarga, antar suami, istri, anak-anak, menantu, dan cucu, serta juga orangtua dan mertua, sangatlah penting.

Kelima, aset berupa jaringan pertemanan atau hubungan baik sesama manusia (networking asset). Dalam ajaran Islam disebut dengan habluminannas yang sama pentingnya dengan habluminallah.

Pergaulan sosial tersebut telah terbukti sangat berperan menjadi kunci sukses dalam kehidupan atau dalam karier seseorang.

Kesimpulannya, semua aset di atas sebaiknya kita pelihara secara seimbang, bukan menomorsatukan jenis tertentu dan mengabaikan jenis yang lain.

Jadi, tak usah lagi silau dengan orang lain yang punya rumah megah dan mobil mewah. Justru aset finansial pada waktunya akan habis atau akan kita tinggalkan.

Sementara aset berupa buah pikiran malah bisa abadi sebagai legacy, seperti ilmu pengetahuan yang kita sebarkan dan masih digunakan oleh generasi pelanjut kita.

Demikian pula aset keluarga. Menurut ajaran Islam, jika kita berhasil mendidik anak-anak kita menjadi anak saleh, kelak ketika kita sudah tidak ada, doa anak yang saleh tetap sampai kepada kita.

Ironis sekali jika ada orang yang mengabaikan kesehatan tubuh, mengorbankan persahabatan, atau memutus silaturahmi dengan keluarga demi menumpuk aset finansial.

Tak heran, buku tentang cara cepat jadi kaya, atau tips sukses berinvestasi, sangat laris. Padahal, ketika sakit mendera, saatnya mengorbankan aset finansial demi mendapatkan kesembuhan.

Sebaiknya, sebagian aset finansial yang kita miliki, disalurkan sebagai donasi untuk mereka yang hidup dalam kekurangan. Sedekah jariah yang kita berikan, akan mengalir terus pahalanya meskipun nanti kita sudah tiada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun