Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pensiunan PNS Jadi Beban Negara Bukan "Slip of the Tongue"

30 Agustus 2022   04:41 Diperbarui: 1 September 2022   06:24 1626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sri Mulyani|dok. kompas.com/Yohana Artha Uly

Untung saja Menteri Keuangan Sri Mulyani bukan seorang politisi. Pernyataan beliau yang mengatakan pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) menjadi beban negara telah menuai banyak kecaman, terutama dari para PNS dan pensiunan PNS.

Bagaimana tidak? Para pensiunan rata-rata telah mengabdi puluhan tahun dan tentu saja merasa telah berbuat banyak bagi negara.

Lalu, kok sekarang dibilang beban. Menyakitkan sekali bila misalnya setelah mengabdi sekian lama dipersepsikan sebagai "laskar tak berguna".

Coba saja kalau istilah "beban" dipelintir, dan yang menyatakan misalnya seorang yang berniat untuk maju pada pilpres mendatang, sangat mungkin elektabilitasnya akan anjlok.

Ya, secara umum, pemahaman masyarakat mengenai makna kata "beban" memang konotasinya negatif, sesuatu yang sebetulnya ingin dihindari.

Misalnya, jika ada seorang warga dari kampung yang pergi ke kota dan menumpang pada seorang familinya. Warga kampung tersebut tidak mau membantu apa-apa di rumah tersebut, hanya makan dan tidur saja.

Maka, dalam hal ini si warga kampung menjadi beban famili yang ditumpanginya. Namun, jika ia ikut membantu pekerjaan di rumah tersebut, kemungkinan tuan rumah tidak merasa terbebani, malah merasa senang.

Jadi, dari kacamata umum, pemakaian istilah "beban" atas pengeluaran negara yang harus dibayarkan kepada para pensiunan, memang kurang tepat.

Tapi, berhubung Sri Mulyani adalah seorang akademisi berlatar belakang pendidikan ilmu ekonomi, sebetulnya bisa juga dimaklumi. Ini sama sekali bukan keseleo lidah alias "slip of the tongue".

Dalam terminologi akuntansi, istilah "beban" dipakai secara luas sebagai terjemahan dari "expense" pada bahasa Inggris. Selain "beban", terjemahan yang juga lazim dipakai sama seringnya sebagai terjemahan "expense" adalah "biaya". 

Namun, bisa jadi dalam pemahaman masyarakat secara umum, istilah biaya "lebih halus" daripada beban, sehingga jika Sri Mulyani mengatakan pensiunan itu menjadi biaya negara, ketersinggungan pensiunan mungkin tidak separah sekarang.

Kata "beban" terkesan melupakan jasa para PNS yang telah pensiun, saat mereka masih bekerja dulu. Padahal, banyak di antaranya yang telah mengabdi hingga lebih dari 30 tahun di daerah pelosok.

Kembali ke terminologi akuntansi, pengeluaran negara bila dilihat dari sifat pengeluaran, akan terbagi dua, yakni sebagai beban dan sebagai investasi.

Jadi, jelaslah, jangankan pensiunan, PNS yang masih aktif pun juga beban negara, karena gajinya seluruhnya bersumber dari APBN atau APBD.

Belanja barang dan belanja pegawai (dalam hal ini termasuk pensiunan), semuanya masuk kelompok beban, dalam arti habis begitu saja, tidak akan tercatat sebagai aset negara.

Apa contoh pengeluaran negara yang bersifat investasi? Ini berlaku untuk pengeluaran yang nantinya tercatat sebagai aset negara, seperti anggaran untuk membangun sekolah, rumah sakit, jalan, jembatan, dan sebagainya.

Kalau saja pembayaran pensiunan tidak menggunakan APBN, tapi sepenuhnya dilakukan oleh PT Taspen (Persero) sebagai BUMN yang berkaitan dengan pensiunan PNS, tentu lebih meringankan beban anggaran pemerintah.

Bukankah Taspen yang mengumpulkan dana yang dipotong dari gaji PNS setiap bulan, lalu dikembangkannya, sehingga secara teoritis harusnya mampu membayar uang pensiun PNS?

Apalagi, kalau misalnya peran Taspen disamakan dengan lembaga pengelola dana pensiun yang ada di beberapa BUMN papan atas.

Seperti diketahui, Dana Pensiun Pertamina, Dana Pensiun Telkom, Dana Pensiun BRI, Dana Pensiun BNI, adalah beberapa contoh lembaga dana pensiun yang bisa secara mandiri membayar uang pensiun kepada mantan pekerja di masing-masing BUMN.

Lembaga Dana Pensiun di atas, menerima dana dari potongan gaji karyawan BUMN pendirinya (tidak disebut sebagai BUMN induk, karena dana pensiun adalah unit independen, bukan anak perusahaan), kemudian mengembangkan dana tersebut.

Kemudian, tanpa mengganggu anggaran BUMN pendiri, dana pensiun tersebut mampu membayarkan uang pensiun bulanan kepada semua peserta (karyawan yang ketika aktif dipotong gajinya).

Pola yang dipakai dana pensiun diatas adalah "manfaat pasti", di mana besarnya uang pensiun bulanan sudah ditetapkan sesuai formula yang berlaku di masing-masing perusahaan.

Ada lagi jenis lain dengan pola "iuran pasti" yang digunakan oleh lembaga yang disebut Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

Dengan pola iuran pasti, besar kecilnya jumlah pensiun yang diterima peserta DPLK (siapapun boleh jadi peserta asal menyetor iuran sesuai ketentuan di masing-masing DPLK) ketika memasuki usia pensiun, tergantung hasil pengembangannya.

Nah, kembali ke masalah pensiunan PNS, diharapkan lembaga seperti Taspen mampu berfungsi seperti beberapa lembaga dana pensiun di atas, sehingga nantinya tidak lagi menjadi beban negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun