Bagi bank, begitu dana masuk dari pelunasan kredit nasabah, muncul tugas baru untuk mencari peminjam berikutnya, pengganti nasabah yang telah melunasi itu tadi.
Membiarkan dana tersimpan di brankas bank, jelas merugikan bank. Bagaimanapun uang tersebut harus diputar lagi, agar mendatangkan penghasilan bagi bank.
Dengan penghasilan tersebut, bank bisa menggaji semua karyawannya, termasuk pula memberikan bonus bagi karyawan yang memenuhi target pekerjaan.
Belum lagi biaya untuk pengembangan teknologi, jelas bank membutuhkan biaya besar. Zaman sekarang, bank identik dengan kecanggihan teknologi dalam melayani transaksi nasabah.
Nah, bagaimana cara bank "memutar" uang? Uang yang didapat bank tentu bukan hanya dari cicilan atau pelunasan kredit, tapi terutama dari simpanan nasabah berupa tabungan, giro, dan deposito.
Pilihan terbaik, dana yang diperoleh bank dipinjamkan sebagai kredit kepada nasabah. Tapi, harus nasabah yang sudah diyakini bank sebagai nasabah yang baik.
Kriteria nasabah baik itu adalah mampu mencicil kreditnya hingga lunas, atau tidak menimbulkan kredit macet. Jika menjadi kredit macet, bank akan mengalami kerugian.
Sekiranya bank belum bisa menyalurkan kredit sebanyak yang ditargetkan, bank akan menempatkan dananya pada berbagai instrumen keuangan di pasar uang.
Instrumen dimaksud adalah berbagai surat berharga atau surat utang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI), pemerintah RI, dan juga perusahaan milik negara atau swasta.
Bisa juga bank yang kelebihan dana memberikan pinjaman kepada bank lain yang kekurangan dana. Pinjam meminjam antar bank adalah suatu hal yang lazim.