Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kenapa Bank Lebih Suka Tagihan Kreditnya Tidak Dilunasi Sekaligus?

20 Juni 2022   06:11 Diperbarui: 20 Juni 2022   09:20 52889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
llustrasi bank (Thinkstockphotos.com)

Bagi pengguna kartu kredit yang diterbitkan oleh bank tertentu, mungkin banyak yang punya pengalaman seperti yang saya alami.

Kalau saya berbelanja dengan menggunakan kartu kredit, biasanya tak lama setelah itu saya menerima email dari bank penerbit kartu.

Isi email tersebut "merayu" saya agar jangan membayar tagihan belanja tersebut secara sekaligus, namun cukup sebesar pembayaran minimal (10 persen dari total belanja), dan sisa tagihan dibayar dengan sistem cicilan.

Tapi, selama ini saya tidak pernah tergoda, selalu sebelum jatuh tempo tagihan, semua utang saya lunasi, sehingga saya tidak terkena beban bunga.

Namun demikian, tetap saya terkena biaya berkaitan dengan kepemilikan kartu kredit tersebut, yakni annual fee (iuran tahunan), dan biaya administrasi bulanan.

Logika umum, jika kita memberi utang kepada seseorang, pasti kita lebih suka si peminjam melunasi sekaligus ketimbang dicicil. Tapi, karena bank memang berbisnis dari utang nasabah, logikanya tidak seperti logika umum.

Justru bank tidak suka nasabah membayar cepat-cepat sekaligus. Semakin panjang periode cicilan, bank semakin senang, karena bunga yang diterima bank semakin besar.

Tidak hanya untuk kartu kredit, untuk kredit lain pun, pihak bank "tidak senang" bila nasabah buru-buru melunasi semua utangnya, padahal masih dalam periode cicilan.

Lihat saja para peminjam kredit pemilikan rumah (KPR). Jika periode kredit selama 15 tahun, namun pada tahun kedelapan nasabah ingin melunasi semua utang, bank akan mengenakan semacam denda untuk pelunasan dipercepat tersebut.

Namun, dari kacamata nasabah, jika memang sudah punya dana yang cukup, tetap lebih menguntungkan dilakukan pelunasan yang dipercepat.

Toh, denda yang dikenakan bank masih jauh lebih kecil dari biaya bunga yang harus ditanggung nasabah jika tetap mencicil sesuai jadwal semula.

Bagi bank, begitu dana masuk dari pelunasan kredit nasabah, muncul tugas baru untuk mencari peminjam berikutnya, pengganti nasabah yang telah melunasi itu tadi.

Membiarkan dana tersimpan di brankas bank, jelas merugikan bank. Bagaimanapun uang tersebut harus diputar lagi, agar mendatangkan penghasilan bagi bank.

Dengan penghasilan tersebut, bank bisa menggaji semua karyawannya, termasuk pula memberikan bonus bagi karyawan yang memenuhi target pekerjaan.

Belum lagi biaya untuk pengembangan teknologi, jelas bank membutuhkan biaya besar. Zaman sekarang, bank identik dengan kecanggihan teknologi dalam melayani transaksi nasabah.

Nah, bagaimana cara bank "memutar" uang? Uang yang didapat bank tentu bukan hanya dari cicilan atau pelunasan kredit, tapi terutama dari simpanan nasabah berupa tabungan, giro, dan deposito.

Pilihan terbaik, dana yang diperoleh bank dipinjamkan sebagai kredit kepada nasabah. Tapi, harus nasabah yang sudah diyakini bank sebagai nasabah yang baik.

Kriteria nasabah baik itu adalah mampu mencicil kreditnya hingga lunas, atau tidak menimbulkan kredit macet. Jika menjadi kredit macet, bank akan mengalami kerugian.

Sekiranya bank belum bisa menyalurkan kredit sebanyak yang ditargetkan, bank akan menempatkan dananya pada berbagai instrumen keuangan di pasar uang.

Instrumen dimaksud adalah berbagai surat berharga atau surat utang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI), pemerintah RI, dan juga perusahaan milik negara atau swasta.

Ilustrasi kartu kredit | dok. finansial.bisnis.com
Ilustrasi kartu kredit | dok. finansial.bisnis.com

Bisa juga bank yang kelebihan dana memberikan pinjaman kepada bank lain yang kekurangan dana. Pinjam meminjam antar bank adalah suatu hal yang lazim.

Soalnya, ada bank yang sukses dalam mengumpulkan dana dari simpanan masyarakat, tapi kurang berhasil dalam menyalurkan kredit, sehingga bank tersebut kelebihan dana.

Kelebihan dana punya konsekuensi merugikan bank, karena atas dana yang masuk dari simpanan, harus diberikan bunga. Makanya, dana yang berlebih itu harus dipinjamkan ke nasabah atau ke bank lain, agar bank memperoleh pendapatan bunga.

Sebaliknya, ada bank yang sukses menyalurkan kredit, namun kurang berhasil menghimpun dana dari simpanan masyarakat. Bank seperti ini terpaksa meminjam dari bank yang kelebihan dana.

Kembali ke topik semula, menjadi jelas kenapa bank tidak begitu menyukai nasabah yang mempercepat pelunasan kreditnya, karena bank harus segera mencari nasabah baru pengganti nasabah lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun