Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dana JHT Ternyata Bisa Ditarik Sebagian Sebelum Usia 56 Tahun

15 Februari 2022   11:06 Diperbarui: 15 Februari 2022   11:08 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peserta BPJS Ketenagakerjaan|dok. klikaktual.com

Siapa yang tidak ingin masa tuanya dijalani dengan tenang tanpa lagi membanting tulang agar bisa hidup secara normal, dalam arti punya tempat tinggal dan mampu membiayai kebutuhan sehari-hari.

Makanya, saran yang diberikan oleh para ahli yang disebut sebagai financial planner kepada mereka yang masih dalam usia produktif dalam bekerja, berdisiplinlah menyisihkan sebagian penghasilan guna kesejahteraan di masa tua.

Untuk beberapa jenis profesi yang menerima penghasilan tetap secara bulanan, ada enaknya. Penyisihan sebagian penghasilan tersebut telah diurus dan dikelola secara profesional oleh sebuah lembaga khusus.

Contohnya, ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama PT Taspen (Persero) yang bertugas mengelola dana pensiun bagi semua Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kemudian, karyawan yang bekerja di beberapa perusahaan yang tergolong besar secara nasional, mempunyai lembaga sendiri untuk mengelola dana pensiun para karyawannya tersebut.

Selain itu, beberapa bank dan asuransi papan atas di Indonesia masing-masingnya membangun lembaga yang disebut Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) setelah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

DPLK tersebut tidak saja mengelola dana pensiun bagi karyawan di bank atau asuransi yang mendirikan DPLK itu, tapi juga mengelola dana pensiun bagi karyawan perusahaan lain yang telah menjalin kerja sama.

Bahkan, pekerja profesional yang penghasilannya tidak tetap, seperti konsultan, dokter, artis, pemain sepak bola profesional, penulis, dan sebagainya, bisa menjadi peserta sebuah DPLK.

Nah, bagaimana dengan para pekerja pabrik atau kelompok yang dulu diistilahkan sebagai buruh? Itulah yang diamanahkan kepada sebuah lembaga yang dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).

Tentu, yang disasar BPJS tidak hanya pekerja pabrik, karena pada dasarmya BPJS Ketenagakerjaan tersebut melayani semua tenaga kerja ber-KTP Indonesia.

Kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan, sebagaimana juga di BPJS Kesehatan, bahkan bersifat wajib untuk seluruh karyawan perusahaan. Hal ini menjadi bagian dari kesejahteraan karyawan selain mendapat gaji atau upah.

Ada beberapa produk BPJS Ketenagakerjaan, seperti Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT).

Nah, bagi yang sering mengamati pemberitaan di media massa, tentu mengetahui bahwa sekarang ini, program JHT dari BPJS Ketenagakerjaan sedang dihebohkan oleh para pekerja.

Intinya, ada ketentuan berupa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 yang menyatakan bahwa JHT baru bisa dicairkan setelah pesertanya berusia 56 tahun. Dalam hal ini, usia 56 menjadi patokan seorang karyawan memasuki masa pensiun.

Tak pelak lagi, reaksi para pekerja, terutama seperti disuarakan aktivis serikat pekerja, sangat kuat meminta agar ketentuan tersebut dicabut.

Sebelum itu, jika seorang pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun, bisa mencairkan saldo di akun JHT-nya setelah mengajukan permohonan dan melampirkan sejumlah dokumen ke BPJS Ketenagakerjaan.

Tentu saja, peserta yang resign pada usia yang relatif muda, ketika mencairkan JHT, dana yang didapat relatif kecil karena hasil pengembangan oleh BPJS Ketenagakerjaan juga kecil.

Namun, dengan asumsi BPJS dikelola secara profesional, saldo JHT akan berkembang jauh lebih besar ketika diambil pada usia 56 tahun.

Jika melihat yang dialami oleh karyawan BUMN besar yang mengelola Dana Pensiun (DP) sendiri dan juga punya yayasan yang mengurus dana semacam JHT, ketika pensiun dini, bisa mencairkan DP dan JHT-nya pada usia 46 tahun.

Kemudian, bagi para karyawan yang tetap bekerja, setelah melewati masa kerja tertentu, bisa mencairkan sebagian JHT yang dihitung sebagai porskot (uang muka).

Kembali ke BPJS, mungkin dapat dipahami kenapa reaksi demikian keras dari para pekerja, mengingat kondisi sekarang masih dilanda pandemi. Sehingga, kehidupan para pekerja tidak sebaik masa sebelumnya.

Tapi, sesuai keterangan Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah, seperti yang ditayangkan dalam siaran berita salah satu stasiun televisi (14/2/2022), JHT bisa dicairkan sebagian meskipun belum berusia 56 tahun.

Namun, penarikan sebagian itu ada persyaratannya, yakni sudah menjadi peserta selama 10 tahun. Adapun nilai JHT yang bisa diklaim sebesar 30 persen untuk perumahan atau 10 persen untuk keperluan lainnya.

Sepertinya, sosialisasi keputusan ini sangat minim, terutama yang ditujukan secara langsung kepada kelompok serikat pekerja. Berita akan terjadi aksi demo para pekerja sudah mengemuka di media massa.

Ada baiknya pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan di satu pihak dan perwakilan serikat pekerja di pihak lain, duduk bersama mencari solusi yang bisa diterima kedua pihak. Dengan demikian, tidak perlu aksi demo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun