Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Waspada Omicron, Jangan Anggap Enteng dengan Gejalanya yang Ringan

11 Februari 2022   07:49 Diperbarui: 12 Februari 2022   05:10 1865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron, gejala Omicron Covid-19.(Shutterstock/G.Tbov)

Seorang teman datang bertamu ke rumah saya, Minggu (6/2/2022) lalu. Ia menceritakan tentang kegiatannya suami istri yang biasanya membuka warung nasi kecil-kecilan, sekarang terpaksa tutup karena sangat sepi.

Saya yang memang rutin mengikuti perkembangan kasus Covid-19 di Jakarta, tidak heran. Menurut saya, sekarang banyak orang yang mengurangi keluar rumah dan juga berhati-hati dalam membeli makanan di warung nasi kecil.

Artinya, banyak orang yang mulai dilanda kecemasan dan waspada omicron, varian baru dari Covid-19 yang sudah masuk ke negara kita dan cepat sekali menularnya.

Hal ini didukung oleh data jumlah pasien yang terpapar Covid-19 di Jabodetabek yang meningkat sangat tajam. Bahkan, kusus untuk DKI Jakarta sudah mengalahkan rekor harian tertinggi sewaktu gelombang kedua Juli 2021 lalu.

Ketika itu virus yang banyak menular adalah varian delta dan rekor tertinggi di Jakarta terjadi pada 12 Juli 2021 dengan penambahan 14.619 kasus dalam sehari.

Awal Februari 2022 ini yang disebut sebagai gelombang ketiga dengan varian omicron yang diduga mendominasi, terjadi pemecahan rekor, di mana pada 6 Februari 2022 penambahan dalam sehari di Jakarta mencapai 15.825 kasus.

Kembali ke kisah teman saya tadi, karena terlihat agak lemes, saya bertanya apakah ia sehat-sehat saja? 

Nah, sekarang saya pun cemas karena teman tersebut mengaku lagi nyeri tenggorokan. Istrinya juga lagi demam dan istirahat di rumah.

Saya makin menjaga jarak dan merapatkan masker. Teman itu syukurnya juga memakai masker. Saya sarankan bila besok masih sakit, ke puskesmas terdekat saja.

Saya khawatir,  jangan-jangan teman saya tersebut kena Covid-19 varian omicron yang memang gejalanya relatif ringan, tidak sampai hilang penciuman.

Teman ini sudah dua kali divaksin tapi belum dapat vaksin booster, meskipun sudah berusia 61 tahun. Seharusnya ia bisa dapat booster, karena vaksin kedua sudah lebih 6 bulan lalu.

Saya sendiri alhamdulillah sudah dapat vaksin booster pada minggu terakhir Januari 2022 lalu. Meskipun begitu, dengan kondisi sekarang ini, saya lebih banyak beraktivitas di rumah saja.

Tapi, pada Rabu (9/2/2022) saya ada urusan ke sebuah kantor yang terletak di sebuah gedung tinggi di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat.

Saya sudah membayangkan akan diperiksa secara ketat oleh petugas di pintu masuk gedung tersebut. Ternyata saya salah duga, penerapan protokol kesehatan terlihat relatif longgar.

Saya bahkan melenggang saja tanpa diminta men-scan aplikasi PeduliLindungi. Hanya ada layar otomatis yang kalau wajah tersorot, akan ketahuan suhu tubuh pengunjung.

Kemudian, saya semakin kaget, dari orang yang saya temui di kantor itu didapat informasi bahwa sekitar 20 persen karyawan di sana terpapar Covid-19.

Tentu saja itu angka yang bukan main-main. Di kantor tersebut, dari sekitar 200 orang karyawan, ada 40-an yang terpapar. Tapi itu baru mencakup dua lantai dari 33 lantai yang ada. Bisa jadi di lantai lain, kurang lebih seperti itu.

Demikian pula lalu lintas percakapan di beberapa grup media sosial yang saya ikuti, jumlah anggota grup yang terpapar Covid-19 kembali melonjak, persis seperti pertengahan tahun lalu.

Jika mengikuti berita di media massa, sekarang di Jabodetabek sudah diberlakukan ketentuan PPKM Level 3. Artinya, aktivitas masyarakat di luar rumah semakin dibatasi dibanding sebelumnya.

Tapi, seperti yang saya lihat pada Rabu (9/2/2022) lalu, jumlah karyawan yang bekerja di kantor masih relatif banyak. Memang, di kantor yang saya kunjungi merupakan sektor esensial.

Seharusnya, untuk sektor esensial berlaku kebijakan 50 persen karyawan bekerja di kantor dan 50 persen lagi di rumah.

Namun, dari penjelasan salah satu karyawan yang saya temui, tak ada kebijakan untuk bekerja di rumah. Hanya, mereka yang karena sedang isolasi yang tidak masuk kantor selama 14 hari.

Kesan saya, meskipun sekarang sedang terjadi lonjakan kasus, tidak begitu terlihat kegentingan seperti tahun lalu.

Apakah karena gejala penderita varian omicron tidak terlalu parah? Apakah karena banyak yang dirawat secara mandiri di rumah masing-masing? Apa karena tingkat kematian yang lebih rendah ketimbang varian delta?

Atau, apakah pemerintah meniru kebijakan di berbagai negara lain yang meskipun juga banyak warganya dihajar omicron, tapi mulai memperlonggar protokol kesehatan?

Bahkan, demi menggairahkan perekonomian, beberapa negara yang dulu hidup dari pariwisata mulai membuka diri bagi wisatawan asing dengan syarat yang lebih longgar ketimbang saat varian delta berkecamuk tahun lalu.

Bagaimanapun juga, kita harus waspada. Menganggap enteng varian omicron bukan cara yang tepat. 

Ilustrasi penerapan prokes|dok. MNC Portal Indonesia, dimuat inews.id
Ilustrasi penerapan prokes|dok. MNC Portal Indonesia, dimuat inews.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun