Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bos Sudah Siap, Anak Buah Masih Santai? Itu Biasa di Indonesia

10 Januari 2022   07:39 Diperbarui: 28 Januari 2022   16:15 1564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bekerja di kantor saat pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan. (sumber: FREEPIK/FREEPIK via kompas.com)

Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, mengungkap kebiasaan buruk personel Timnas Indonesia yang telah diubahnya. Ia mengatakan, orang-orang Indonesia cenderung santai dan itu tidak disukainya (Okezone.com, 6/1/2022).

Shin Tae-yong mencontohkan kesantaian itu pada periode awal bertugas. Ia dan staf turun dari bus, masuk ke lapangan, dan selama 1-2 menit berdiri menunggu pemain datang. Tapi, para pemain masih ngobrol dan tidak berniat ke lapangan.

Makanya Shin Tae-yong bertekad untuk mengubah kebiasaan buruk itu dan akhirnya berhasil, sehingga membekas bagi pelatih asal Korea Selatan tersebut.

Saya langsung tersenyum sendiri membaca berita itu, teringat kebiasaan di kantor tempat saya cukup lama mengabdi.

Soalnya, budaya santai itu sudah biasa di kantor saya dan mungkin juga di banyak tempat lain di negara kita berdasarkan cerita teman-teman saya.

Misalnya, sudah dijadwalkan mau rapat jam 09.00, lalu bos yang akan memimpin rapat sudah siap tepat waktu. Tapi, rapat terpaksa ditunda 10-20 menit karena peserta rapat banyak yang belum datang.

Akhirnya, beberapa orang yang sudah datang malah ke luar ruangan dan memilih untuk bersantai atau mengobrol sesamanya.

Saya juga teringat apa yang dilontarkan seorang konsultan asing senior dari Booz Allen Hamilton yang pernah dapat proyek dari perusahaan tempat saya bekerja.

Tapi, perlu diketahui, konsultan tersebut berbicara sekitar 1995 ketika kesantaian di kantor saya tergolong parah. 

Kemudian, dengan program budaya kerja baru sejak 2001, para pekerja mulai lebih disiplin, namun dalam beberapa hal seperti rapat tepat waktu masih belum berjalan dengan baik.

Nah, apa kata sang konsultan itu? Dia tidak ngomong secara spesifik tentang teman-teman saya di kantor, tapi hanya mengatakan secara umum orang Indonesia.

Si konsultan ini memang sudah cukup lama bertugas di Indonesia, jauh sebelum punya proyek di kantor tempat saya bekerja. Artinya, ia sudah paham dengan budaya pekerja di negara kita.

Jadi begini, konon katanya, orang Indonesia itu tidak setiap hari bisa rajin, hanya produktif bekerja pada hari Selasa hingga Kamis. 

Pada hari Senin, rasa lelah sehabis berakhir pekan masih terbawa-bawa dan terlihat seperti orang mengantuk.

Sedangkan pada hari Jumat, semua pada gembira, lalu hanya mengisi hari dengan bersantai dan mengobrol sesamanya, terutama membahas rencana yang akan dilakukan di akhir pekan.

Sebetulnya, setahu saya orang barat juga gembira di hari Jumat, sehingga ada istilah TGIF (Thank God It's Friday). Tapi, mereka mengucapkan TGIF pada saat jam pulang kerja.

Lalu, apakah di hari Selasa hingga Kamis karyawan bekerja secara full time? Tidak juga. Setelah absen pagi, misalnya ada ritual doa bersama dan briefing di awal jam kerja, semua karyawan harus ikut.

Tapi, kemudian ada yang kembali merias diri (bagi yang perempuan) atau sarapan di pantry. Banyak juga yang salat duha di musala. 

Setelah itu baru betul-betul bekerja. Tapi, 30 menit sebelum jam istirahat hingga 3o menit setelah seharusnya bekerja kembali, mereka tidak berkonsentrasi bekerja.

Artinya, mereka mendahului makan siang dan kemudian melama-lamakan leyeh-leyeh setelah makan, termasuk salat Zuhur bagi yang muslim.

Begitu juga 30 menit sebelum jam pulang, juga kurang efektif, karena selain salat Ashar juga mulai beres-beres atau mengobrol sesamanya.

Hitung sendiri, sebetulnya berapa jam seorang karyawan yang betul-betul bekerja dengan konsentrasi penuh.

Tapi, sekali lagi, itu tahun 1995. Sekarang, paling tidak di tempat saya bekerja, sudah lumayan banyak perubahan ke arah yang lebih baik.

Demikian pula cerita teman-teman di perusahaan lain yang juga sudah menerapkan manajemen sumber daya manusia (sekarang sering disebut human capital), yang berhasil menegakkan disiplin karyawan.

Keberhasilan itu karena pemantauan kedisiplinan oleh atasan akan mempengaruhi nilai kinerja karyawan. Nilai itu sendiri akan berimbas pada kenaikan gaji, bonus, dan peluang promosi jabatan.

Hanya saja, mereka yang masih terbawa pola kerja santai dengan konsekuensi nilai kinerjanya rendah, ya, masih ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun