Pedagang tersebut akan sangat senang jika barangnya dibeli, bahkan lebih senang dibanding ada orang yang memberi uang secara cuma-cuma.
Jika ia seorang penjaga toilet, pemulung, tukang parkir atau pak ogah yang membantu kita, berilah seberapa kita ikhlas. Biasanya, ia dibayar dengan uang koin atau uang kertas dengan nominal kecil alias uang receh.
Tapi, sesekali tak ada salahnya memberi dengan nilai nominal lebih besar dan diniatkan untuk membantu yang bersangkutan.
Jika ia seorang pengamen yang terkadang malah bikin telinga kita tak nyaman, ini yang kadang-kadang bikin kita serba salah.
Pengamen yang berkualitas, suaranya merdu, main musiknya pintar, kata-katanya sopan, tentu tidak ada masalah.
Tapi, tak sedikit pengamen yang bersuara cempreng, main gitarnya masih kacau, tapi sorot matanya tajam bikin kita ketakutan.
Pengamen yang seperti itu bisa dianggap mengganggu ketertiban, mirip juga dengan pengemis dan tukang parkir liar yang main palak.
Kita harus waspada karena mungkin mereka adalah pemain watak yang baik. Ada yang nyerocos saja mengumbar kisah sedih bergaya memelas minta dikasihani, ada pula yang berteriak-teriak mengintimidasi bahwa ia baru keluar dari penjara.
Tentang kebiasaan mengumbar cerita sedih, adakalanya menjangkiti pekerja yang posisinya lebih baik, misalnya sopir taksi yang bercerita ke penumpangnya tanpa diminta. Begitu juga sebagian pengendara ojol.
Ya, bisa jadi mereka jujur bercerita. Tapi, ada juga yang ngarang-ngarang dengan mengatakan istrinya masuk rumah sakit, padahal sehat-sehat saja.
Nah, jika kita curiga terhadap pekerja informal yang pemain watak, sebaiknya tidak usah disangkal ceritanya.