Sebetulnya sulit menghitung angka pasti jumlah pekerja informal di negara kita. Namanya juga informal, tak ada catatan resmi dan data yang ada sifatnya semacam estimasi saja.
Padahal, tidak saja jumlah orang yang terlibat yang demikian banyak, tapi uang yang berputar di sektor informal ini, konon secara kumulatif jumlahnya tergolong raksasa.
Bahkan, boleh dikatakan sebagian pelaku usaha mikro termasuk pekerja informal. Contohnya mereka yang jadi pedagang keliling atau mangkal di lapak, tenda, atau tempat tidak permanen lainnya.
Tentu, jenis pekerjaan yang tergolong informal sangat banyak. Selain pedagang keliling dan kaki lima, yang juga dilakuan oleh banyak orang adalah jadi pengojek, baik online maupun ojek biasa.
Kemudian, tak sedikit pekerjaan yang butuh mental yang tidak gengsian seperti pemulung, pengamen, pak ogah, tukang parkir, buruh panggul yang membawa barang di pasar, dan sebagainya.
Satu lagi yang sebetunya mungkin tidak layak disebut sebagai pekerjaan, tapi kenyataannya di mana-mana gampang ditemui, adalah pengemis atau peminta-minta.
Ada pengemis yang sekadar menadahkan tangan. Tapi, ada juga yang meminta sumbangan dengan memainkan atraksi seperti manusia silver, manusia topeng, manusia ondel-ondel dan sebagainya.
Yang jelas-jelas bukan pekerjaan karena termasuk kriminal adalah pencopet, panjambret, pembegal, pemalak, dan yang mirip-mirip dengan itu.
Mungkin tak ada orang yang dari kecil sudah bercita-cita menjadi pekerja informal, meskipun orang tuanya dapat penghasilan dari sana.Â
Tapi, karena keterbatasan lapangan pekerjaan dan juga karena keterbatasan dalam memenuhi persyaratan formal (terutama ijazah yang dipunyai), pekerja informal menjadi pilihan bagi yang tidak gengsian dan bermental petarung.
Mental petarung maksudnya mental yang tak kenal menyerah, jika tersungkur segera bangkit lagi.