Maulid Nabi 2021 atau 1443 H bisa jadi bagi sebagian kita akan berlalu begitu-begitu saja, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Maksudnya, kita tahu bahwa Maulid Nabi itu artinya memperingati kelahiran Nabi Muhammad pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan hijriyah.
Untuk tahun ini, peringatan tersebut bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 2021. Tapi, pemerintah menggeser hari libur Maulid Nabi menjadi tanggal 20 Oktober 2021.
Mungkin pemerintah khawatir, jika liburnya tetap tanggal 19 Oktober yang jatuh pada hari Selasa, maka hari Seninnya banyak pegawai yang meliburkan diri karena hari "kejepit".
Nah, kalau menyangkut hari kejepit, identik dengan pergerakan massa memanfaatkan long weekend dari Jumat malam hingga Selasa malam.Â
Pergerakan massa tersebut, berdasarkan pengalaman sebelumnya, biasanya bertujuan ke kampung halaman atau ke destinasi wisata.
Kalau itu terjadi, dikhawatirkan sebagian mayarakat yang merasa pandemi sudah tidak mengancam lagi, akan "balas dendam" dan kebablasan kumpul-kumpul saudara dan teman tanpa mematuhi protokol kesehatan.
Jadi, dengan menggeser libur Maulid Nabi, artinya tidak ada long weekend, hanya berakhir pekan seperti biasa di hari Sabtu dan Minggu.
Baik, kita beranjak ke pokok bahasan tulisan ini. Bahwa selama ini sebagian kita mungkin menganggap libur Maulid Nabi hanya peristiwa rutin tahunan yang hanya dimanfaatkan sekadar untuk leyeh-leyeh atau jalan-jalan.
Ya, tentu semuanya kembali kepada masing-masing kita, bagaimana sebaiknya mengisi hari libur Maulid Nabi.
Tapi, jelas ada pula sebagian kita yang betul-betul memeperingati kelahiran Nabi Muhammad, misalnya dengan mengikuti pengajian, mendengar ceramah agama, atau dalam bentuk lain yang mirip dengan itu.
Biasanya, sewaktu mengikuti pengajian, muncul kesadaran bahwa kita mau berubah ke arah yang lebih baik.
Dalam konteks Maulid Nabi, disebutkan bahwa agar kita menjadi pribadi yang lebih baik, kita harus meneladani sifat Nabi Muhammad.
Ada 4 sifat Nabi Muhammad yang sering dibahas pada pelajaran agama Islam, yakni siddik (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan perintah dan larangan-Nya) dan fathonah (cerdas dan bijaksana).
Namun, kesadaran yang menggebu-gebu untuk berubah saat mendengar ceramah agama, adakalanya begitu selesai mengaji, kita kembali ke kebiasaan lama.
Sebetulnya, dengan atau tanpa momen Maulid Nabi, kita perlu terus menerus berupaya menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Dan itu tidak pakai "ntar aja", harus lakukan sekarang juga, serta mulai dari hal kecil yang lebih gampang dilakukan, sehingga akhirnya menjadi kebiasaan.
Hal kecil itu maksudnya hal yang sepenuhnya dalam kendali kita sendiri, misalnya membiasakan tepat waktu untuk semua kegiatan kita, budaya memberikan senyuman dan salam kepada saudara dan sahabat, dan sebagainya.
Mari kita ambil satu sifat Nabi, yakni amanah atau dapat dipercaya. Apakah ini hal kecil yang gampang dilakukan atau justru hal besar? Ya, tergantung dari sisi mana kita melihatnya.
Bagi orang kantoran, tentu sering mengucapkan selamat kepada rekan yang mendapat promosi jabatan. Biasanya, ucapan selamat itu diiringi dengan doa semoga amanah.
Amanah bagi yang punya jabatan, sebetulnya disebut berat, ya berat. Bayangkan, betapa banyaknya pejabat kita yang terkena kasus korupsi, dan yang tak terungkap mungkin lebih banyak lagi, membuktikan tidak gampang menjadi pejabat yang amanah.
Tapi, disebut ringan, yang boleh-boleh saja, karena sebetulnya di semua instansi atau perusahaan yang sudah punya tata kelola yang baik, sudah tersedia buku pedoman pelaksanaan untuk setiap kegiatan.Â
Tinggal si pejabat mengikuti saja apa yang tertulis di buku pedoman atau petunjuk pelaksanaan tersebut.
Bagi kita-kita yang bukan pejabat, bukan berarti kita tidak perlu menerapkan prinsip amanah. Bagaimana menjadikan amanah sudah otomatis tertanam dalam diri kita, itu yang harus dibangun.
Amanah kepada anak dan istri, amanah kepada sanak saudara, karib kerabat, teman, dan sebagainya.Â
Apapun pekerjaan kita, jadi pegawai, jadi pedagang, jadi petani, berwirausaha, semuanya memerlukan sifat amanah agar rezeki kita menjadi berkah.
Jika seseorang sudah dikenal sebagai orang yang bisa dipercaya, akan mengalir berbagai kesempatan untuk bekerja sama dengan pihak lain, sehingga usahanya (di bidang apapun) akan semakin berkembang.
Dan satu lagi, sekarang merupakan era yang segala sesuatunya bisa dilakukan melalui dunia maya, berkat gampangnya mengakses internet.Â
Jangan heran kalau aktif di berbagai aplikasi media sosial seperti sudah menjadi keharusan bagi banyak orang.
Maka, mari kita menjadi pribadi yang amanah tidak saja di dunia nyata, tapi juga di dunia maya.
Kelihatannya seseorang hepi-hepi saja bermain media sosial, tapi bila yang dipostingnya berita yang tidak jelas kebenarannya, ini contoh yang tidak amanah.
Apalagi, kalau gara-gara postingan itu, muncul dua kubu yang saling menghujat. Ini akan sangat berbahaya bagi persatuan bangsa.
Media sosial itu sendiri sebetulnya bersifat netral, meskipun tak sedikit yang mengkhawatirkan dampak negatifnya.
Tapi, dengan media sosial pula seseorang lebih cepat dapat informasi tentang orang-orang yang kurang beruntung dan layak untuk dibantu.
Kemudian, hanya dengan menggerakkan jari tangan, kaum rebahan yang punya kemampuan ekonomi bisa mengirimkan donasi kepada pihak yang membutuhkan bantuan.
Sekali lagi, semua itu akan sangat berarti bila dilakukan dengan tulus dan amanah atau dapat dipercaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H