Setiap awal bulan Pak RT selalu berkeliling ke semua rumah warganya dan setiap keluarga menyetor uang bulanan untuk menggaji beberapa orang petugas keamanan.
Pada saat tersebut pula Pak RT menyampaikan surat atau pengumuman yang perlu diketahui warga.
Selain itu, jika mendadak ada pengumuman lain yang bersifat mendesak, Pak RT akan menjapri warganya.
Sekadar bertegur sapa sering saya lakukan kepada Pak RT kalau bertemu di masjid. Sebelum pandemi, saya dan Pak RT relatif sering salat berjamaah di masjid.
Tentang iuran bulanan yang telah disinggung di atas, itulah satu-satunya beban bagi warga.
Adapun jika warga mengurus sesuatu ke RT, beliau dengan sigap membantu dan tidak memungut biaya apapun.
Pernah suatu kali saat mengurus sesuatu yang memerlukan tanda tangan RT, saya memberikan semacam sumbangan sukarela, tapi dengan dengan tegas ditolaknya.
Jadi, yang saya tahu, jangankan pungutan liar (pungli), sumbangan sukarela tanpa tekanan (susu tante) pun sudah tidak ada di RT saya. Â
Sebelum saya tinggal di rumah yang sekarang, pengalaman yang saya temui, pungli memang tidak ada, tapi "susu tante" hal yang biasa.
Tapi, hal itu bisa jadi dulu karena RT tidak diberi honor, sedangkan sekarang Pemprov DKI Jakarta menyediakan honor, meskipun tidak besar.
Profil Pak RT di tempat saya tinggal tersebut seorang pensiunan, duda, usianya sekitar 65 tahun dan telah menjabat sebagai RT sejak 11 tahun lalu.