Sebetulnya, bagi para karyawan yang menerima gaji, di mana pajak penghasilannya telah dipungut dan menjadi beban perusahaan tempatnya bekerja, relatif tidak mengalami dampak apa-apa.
Tapi, bagi profesional yang harus menghitung sendiri penghasilan dan jumlah pajak yang harus dibayarnya, peraturan baru di atas akan terasa dampaknya.
Sedangkan bagi pemerintah, jelas akan ada penambahan penerimaan pajak. Soalnya, mereka yang punya penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun, relatif banyak.
Memang, mereka yang berpenghasilan di atas Rp 5 miliar tersebut, jika mengacu pada gaji dan bonus para eksekutif di perusahaan skala nasional, adalah yang menjadi anggota direksi, komisaris serta senior executive vice president.
Tapi, mengingat jumlah perusahaan besar yang ribuan, bahkan bisa lebih dari itu, maka secara kumulatif akan lumayan juga menambah pemasukan pemerintah.
Belum lagi bila diperhitungkan pendapatan para profesional seperti dokter, notaris, akuntan, arsitek, konsultan, pengacara, dan sebagainya. Dan jangan lupa, ada beberapa artis papan atas yang akun media sosialnya punya jutaan pengikut dan dijuluki "sultan", mungkin terkena tarif PPh lapisan teratas.
Perubahan lain dengan disahkannya RUU HPP adalah terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lain.
Jika sebelumnya media massa sempat ramai dengan wacana pajak sembako dan jasa kesehatan, ternyata yang disepakati pemerintah dan DPR, masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tidak dikenakan PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut.
Satu lagi, ada berita gembira, khususnya bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), sehubungan dengan disahkannya RUU HPP.
UMKM dengan penghasilan di bawah Rp 500 juta per tahun, bakal bebas dari PPh, seperti ditulis Kompas.com (8/10/2021).