Demikian pola cara si calon saat berkampanye. Pemilihan kepala desa diduga cukup menguras uang si calon, terutama bila bermain politik uang. Nah, yang seperti ini yang jangan dipilih.
Soalnya, kalau sampai calon yang membagi-bagi uang menang, jangan heran bila nantinya ia akan "kreatif" menilap anggaran, agar modalnya kembali.
Diduga, seperti juga pada pilkada, meskipun sulit dibuktikan, kesan masih dipakainya politik uang, berkemungkinan besar terjadi pula di pikades.
Memang, calon kepala desa tidak boleh terlibat dalam politik praktis dan keikutsertaannya pada pilkades bukan atas nama partai politik.
Tapi, cara-cara sebagian orang partai dalam kamapanye pileg atau pilkada, ditiru oleh calon kepala desa, sehingga si calon ini harus punya dana besar jika mau terpilih.
Kenapa para calon kepala desa berani menghabiskan banyak uang? Karena setiap tahunnya ada "jatah" anggaran dana desa yang relatif besar, bisa mencapai Rp 1 miliar.Â
Itulah yang membuat jabatan kepala desa semakin seksi, meskipun gaji resminya setiap bulan relatif kecil, masih di bawah Rp 5 juta.
Dana desa tersebut, jika dimanfaatkan sepenuhnya tanpa aroma korupsi, sangat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu desa.
Ada desa yang sukses membangun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), ada juga yang sukses membangun obyek wisata alam.Â
Dengan proyek yang sukses di atas membuat dana desa semakin berkembang lagi, sehingga nanti bisa dipakai membantu bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial di desa tersebut.
Diperkirakan, pada tahun ini banyak kabupaten yang telah menjadwalkan pilkades serentak.Â