EDC tersebut bentuknya seperti yang dipakai oleh kasir di pasar swalayan atau di tempat lain yang menerima pembayaran menggunakan kartu debit atau kartu kredit.
Kalau tidak memakai EDC, bisa juga di mobil keliling tersebut ada mesin pembukuan yang terhubung dengan kantor cabang yang menugaskannya.
Keempat, kita harus mencermati suku bunga yang ditawarkan. Jika ada pegawai bank yang menjanjikan bunga lebih tinggi dari yang ditawarkan bank secara resmi, perlu dicurigai.
Sejak 5 tahun terakhir ini, bank-bank besar sudah tidak ada yang memberikan bunga deposito di atas 8 persen. Bahkan, pada dua tahun terakhir, bunga deposito hanya di kisaran 3 hingga 4 persen.
Kembali ke kasus di BNI Makassar, kejadiannya disebutkan pada Juli 2020 ketika nasabah ditawari bunga deposito 8,25 persen plus bonus lainnya.
Kalau kita cek kembali, ketika itu suku bunga deposito bank-bank papan atas, rata-rata jauh di bawah 8 persen.Â
Mungkin bank-bank kecil atau Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang memang kesulitan mencari dana, yang berani mengiming-imingi nasabahnya dengan bunga tinggi.
Jadi, kalau ada petugas bank yang memberikan bunga di atas kebijakan resmi banknya tempat bekerja, patut diduga si petugas memainkan jurus "bank dalam bank"
Nah, tentang istilah bank dalam bank ini, sebetulnya dari dulu sudah sering mengemuka sebagai salah satu modus kejahatan di bidang perbankan.
Caranya antara lain oknum pegawai menjalankan praktik perbankan, seperti menerima simpanan dan menyalurkan kredit, tapi tidak tercatat dalam pembukuan resmi perbankan.
Artinya, si oknum dan komplotannya membuat catatan  terpisah yang juga dipegang oleh nasabah sebagai bukti, namun buktinya aspal (asli tapi palsu).Â