Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Praktik Bank di Dalam Bank, Nasabah Jangan Mau Tanda Tangani Slip Kosong

15 September 2021   10:10 Diperbarui: 16 September 2021   06:55 2130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Outlet Bank BNI di Stasiun BNI City (KOMPAS.com)

Bareskrim Polri menangkap dan menahan seorang tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito bernilai puluhan miliar rupiah di BNI Makassar, sebagaimana dikutip dari Kompas.com (12/9/2021).

Tersangkanya berinisial MBS yang merupakan pegawai bank BUMN tersebut. BNI sendiri tidak mengalami kerugian, tapi dua nasabah bank tersebut berinisial IMB dan H masing-masing mengalami kerugian senilai Rp 45 miliar dan Rp 16,5 miliar.

Modusnya, MBS pada Juli 2020 menawarkan nasabah HN dan IMB untuk membuka deposito dengan bunga 8,25 persen dan mendapatkan bonus lainnya.

Dana yang akan didepositokan terlebih dahulu dimasukkan ke rekening bisnis di BNI Cabang Makassar atas nama para deposan.

Kemudian, MBS menyerahkan slip kepada para nasabah untuk ditandatangani dengan alasan akan dipindahkan ke rekening deposito.

Ternyata, dana dari rekening bisnis tersebut disetorkan ke rekening fiktif yang sudah disiapkan MBS bersama rekannya.

Bagi pembaca yang ingin berita lebih lengkap tentang kasus di atas, silakan melacak dari sejumlah media daring.

Tulisan ini tidak akan membedah kasus di atas, tapi bermaksud memberikan beberapa catatan yang mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca.

Pertama, sebagai nasabah bank kita perlu selalu berhati-hati dalam menempatkan dana, termasuk di bank milik negara yang tergolong bank papan atas, yang citranya selama ini dapat dipercaya.

Masalahnya, tak tertutup kemungkinan adanya oknum pegawai bank yang menjalankan praktik bank di dalam bank. 

Banknya sendiri sebagai sebuah institusi tidak bermasalah, hanya oknumnya yang nakal. Nasabah yang terjerat bujuk rayu sang oknum akan mengalami kerugian.

Kedua, meskipun kita sudah kenal baik dengan petugas bank yang melayani kita, jangan mau sekalipun menandatangani slip kosong.

Soalnya, misalkan slip kosong itu berupa formulir penarikan dana, kita tidak tahu berapa rupiah yang akan ditarik dan mau ditransfer ke mana.

Seharusnya kita mengisi dulu dengan tulisan sendiri di slip tersebut seperti nomor rekening kita, jumlah yang mau ditarik dalam angka dan dalam huruf, serta nomor rekening tujuan. Setelah itu baru ditandatangani.

Dengan alasan memberikan pelayanan terbaik kepada nasabahnya, terutama yang tergolong nasabah inti, memang lazim petugas bank mendatangi rumah atau kantor si nasabah.

Nasabah inti sepertinya sangat dimanjakan, misalnya dana dijemput ke rumah, bilyet depositonya atau buku tabungannya pun diantarkan ke rumah nasabah.

Tapi, justu pelayanan yang memanjakan tersebut tetap harus diwaspadai, dengan memastikan apakah bilyet deposito atau buku tabungan yang diantarkan tersebut asli atau tidak.

Ketiga, bukti tanda terima atau bukti transaski perbankan yang kita lakukan harus diperiksa validitasnya.

Hal ini berkaitan dengan makin banyaknya petugas bank yang menerapkan sistem jemput bola, dengan mendatangi kantor-kantor, toko-toko, mal, pasar, dan sebagainya.

Bahkan, ada pula bank keliling dengan memakai mobil yang dirancang sedemikian rupa, sehingga saat mobil tersebut mangkal di suatu tempat, bisa melayani nasabah.

Tapi, masyarakat yang didatangi petugas bank seperti itu, bila menyerahkan uang, misalnya untuk menabung atau mencicil pengembalian kredit, harus meminta bukti penerimaan yang valid.

Karena sekarang sudah zaman teknologi canggih, bukti penerimaan itu bukan lagi berupa selembar dokumen yang ditulis tangan, tapi tercetak rapi keluar dari mesin kecil yang disebut electronic data capture (EDC).

EDC tersebut bentuknya seperti yang dipakai oleh kasir di pasar swalayan atau di tempat lain yang menerima pembayaran menggunakan kartu debit atau kartu kredit.

Kalau tidak memakai EDC, bisa juga di mobil keliling tersebut ada mesin pembukuan yang terhubung dengan kantor cabang yang menugaskannya.

Keempat, kita harus mencermati suku bunga yang ditawarkan. Jika ada pegawai bank yang menjanjikan bunga lebih tinggi dari yang ditawarkan bank secara resmi, perlu dicurigai.

Sejak 5 tahun terakhir ini, bank-bank besar sudah tidak ada yang memberikan bunga deposito di atas 8 persen. Bahkan, pada dua tahun terakhir, bunga deposito hanya di kisaran 3 hingga 4 persen.

Kembali ke kasus di BNI Makassar, kejadiannya disebutkan pada Juli 2020 ketika nasabah ditawari bunga deposito 8,25 persen plus bonus lainnya.

Kalau kita cek kembali, ketika itu suku bunga deposito bank-bank papan atas, rata-rata jauh di bawah 8 persen. 

Mungkin bank-bank kecil atau Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang memang kesulitan mencari dana, yang berani mengiming-imingi nasabahnya dengan bunga tinggi.

Jadi, kalau ada petugas bank yang memberikan bunga di atas kebijakan resmi banknya tempat bekerja, patut diduga si petugas memainkan jurus "bank dalam bank"

Nah, tentang istilah bank dalam bank ini, sebetulnya dari dulu sudah sering mengemuka sebagai salah satu modus kejahatan di bidang perbankan.

Caranya antara lain oknum pegawai menjalankan praktik perbankan, seperti menerima simpanan dan menyalurkan kredit, tapi tidak tercatat dalam pembukuan resmi perbankan.

Artinya, si oknum dan komplotannya membuat catatan  terpisah yang juga dipegang oleh nasabah sebagai bukti, namun buktinya aspal (asli tapi palsu). 

Logo banknya pada dokumen memang asli, tapi tanda tangan pejabatnya dibuat semirip mungkin, mungkin palsu. 

Artinya, dokumen itu bukan dokumen resmi dikeluarkan bank. Makanya, dilihat dari sisi bank, dokumen tersebut disebut fiktif atau bodong.

Sebagai penutup, pada dasarnya masyarakat tak perlu takut menggunakan jasa perbankan, karena saat ini kita memang sulit untuk tidak berhubungan dengan bank.

Hanya saja, dalam bertransaksi melalui perbankan, kehati-hatian tetap diperlukan agar kita tidak menderita kerugian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun