Ketiga, tukang warung rokok di dekat sekolah, terutama dekat SMA atau setingkat dan dekat kampus tempat mahasiswa kuliah. Soalnya, laki-laki yang sejak usia remaja kecanduan rokok, cukup banyak.
Keempat, satpam sekolah. Jangan mengira satpam senang bila belajar online karena gaji bulanannya utuh tanpa capek bekerja.Â
Justru, yang diharapkan satpam selama ini adalah uang tip yang biasa diberikan oleh pedagang keliling yang mangkal serta dari orang tua atau sopir yang memarkir kendaraan ketika menjemput anak sekolah.
Kelima, pemilik kendaraan dan pengemudi yang pekerjaannya melakukan antar jemput anak sekolah. Termasuk pula ojek online (ojol) yang menyemut di depan gerbang sekolah setiap jam pulang sekolah.
Keenam, para pedagang alat tulis, termasuk jasa pencetakan dokumen dan foto kopi. Selama sekolah dan kampus ditutup, penghasilan mereka tergerus signifikan.
Ketujuh, pelatih kegiatan ekskul. Di sekolah dan kampus, biasanya menyediakan pelatih vokal, tari, teater, seni beladiri, atau kegiatan ekskul lainnya yang banyak diminati pelajar dan mahasiswa.
Pelatih itu bukan pegawai tetap, hanya diberi honor sesuai dengan jumlah kedatangannya. Selama sekolah atau kampus ditutup, tentu para pelatih ekskul kehilangan pendapatan.
Kedelapan, pengelola usaha kos-kosan, termasuk apartemen mewah, khususnya yang berada di sekitar kampus yang punya mahasiswa yang banyak.
Nah, kalau yang pertama sampai ketujuh di atas boleh dikatakan bisnis recehan, maka yang kedelapan ini, sekarang sudah menjadi bisnis kelas menengah ke atas.
Membaiknya ekonomi masyarakat, membuat banyak mahasiswa yang mencari tempat kos yang nyaman, ada pendingin udara, ada kamar mandi di dalam, ada wifi, dan berbagai fasilitas lainnya.
Makanya, mereka yang punya duit besar, cukup bernafsu membangun kos-kosan mewah, dan bahkan berupa apartemen. Menurut hitung-hitungan, sekitar 10 tahun modal sudah kembali, dan setelah itu semuanya sudah keuntungan murni.