Istilah uang laki-laki itu sendiri memang bias gender dan terasa tidak adil bagi kaum wanita. Apalagi, saat ini sudah banyak wanita yang juga bekerja dan punya penghasilan sendiri.
Baiklah, tanpa mempermasalahkan istilahnya, saya lanjutkan dengan memberi contoh uang laki-laki tersebut. Dulu saya sering dapat penugasan dinas ke luar daerah yang berhak atas uang untuk transportasi dan akomodasi.
Uang dinas luar daerah tersebut di kantor saya disebut dengan SPJ (Surat Perintah Jalan), dan biasanya setelah pulang dari luar darah, masih ada sisa uang yang masuk kantong saya.
Contoh lain adalah berbagai honor resmi, karena saya lumayan sering ditugaskan mengajar di pusdiklat internal, dan honor saat menjadi pewawancara calon karyawan atau karyawan yang mau dipromosikan.
Nah, dikaitkan dengan "uang panas" dan "uang dingin" yang menjadi judul tulisan ini, apakah uang laki-laki tersebut merupakan uang panas?
Istilah "uang panas" tentu sudah sering terdengar dan pengertiannya bisa bermacam-macam, tergantung persepsi seseorang.
Ada yang menyebutkan uang hasil menang main judi atau menang undian sebagai uang panas, karena biasanya uang seperti itu seolah-olah bergerak ingin keluar dari saku.Â
Jangan heran, banyak uang panas yang dipakai untuk berfoya-foya dan akhirnya habis tak berbekas. Uang hasil korupsi, termasuk pungli, atau uang yang didapat dengan cara tidak sah, juga termasuk uang panas.
Pokoknya, uang panas itu tidak membawa keberkahan, ciri-cirinya adalah gampang didapat dan gampang pula keluarnya. Jadi, pendapat saya, karena uang laki-laki jelas-jelas halal, maka bukan uang panas.
Saya sendiri bukan tak pernah menerima uang panas (kalau boleh membela diri, sebetulnya tidak panas-panas banget, ya anggap masih setengah matang), terutama ketika belum ada instansi yang terkenal galak seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Memang, dulu saya pernah dalam situasi yang sulit untuk menolak menerima uang yang harus saya akui agak berbau gratifikasi. Tapi, uang tersebut saya serahkan ke seseorang di kantor yang bertindak sebagai bendahara keperluan tak terduga.