Ketujuh, saya tak ingin melupakan sejarah. Televisi masuk kota kelahiran saya saat saya masih berusia belasan tahun. Jadi, hiburan di masa remaja saya, ya nongkrong di depan televisi, meskipun TVRI menjadi satu-satunya yang bisa ditonton.
Saya sudah melewati beberapa tahapan demi menikmati layar kaca, mulai dari menonton di depan kantor bupati, menonton di rumah tetangga, hingga kemudian ayah saya mampu membeli televisi sendiri. Itupun hanya punya dua warna, hitam dan putih.
Itulah alasannya kenapa saya masih menonton televisi. Saya akan kirim tulisan ini ke teman yang ngeledek saya, semoga ia tak akan bilang saya kolot.
Foto: Pinterest, via hops.id
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!