Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Sisi Positif Pembatasan Sosial, Digital Banking Berkembang Pesat

3 Juni 2021   09:01 Diperbarui: 5 Juni 2021   15:25 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Transaksi Nontunai| Sumber: Shutterstock/SIBFILM via Kompas.com

Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) merupakan gerakan yang mendorong masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran selain uang kertas atau logam. Gerakan yang dikomandani oleh Bank Indonesia (BI) ini sudah berjalan cukup lama, yakni sejak 2014 lalu.

Dengan GNNT, tentu diharapkan terjadi efisiensi dalam sistem pembayaran di negara kita. Jika semuanya memakai uang tunai, selain kurang efisien, juga mengandung risiko yang lebih besar.

Sedangkan dari kacamata BI sebagai lembaga yang berwenang mengatur sistem pembayaran, dengan keberhasilan GNNT maka kebutuhan untuk mencetak uang yang diedarkan secara nasional akan jauh berkurang.

Tapi, tidak gampang pada awalnya mengajak masyarakat untuk menggunakan sistem pembayaran non tunai, kecuali bagi anak muda di kota besar yang sudah melek teknologi.

Ketakutan jika ada ketidaklancaran pada jaringan komunikasi atau pada aplikasi, juga kekeliruan dalam mengentri data, membuat sejumlah orang enggan melakukan transaksi non tunai. 

Pihak penerima pembayaran pun pada awalnya lebih menginginkan menerima uang dalam bentuk tunai. Meskipun setelah itu, ia akan ke bank menyetorkan uang tersebut, yang pasti menghabiskan waktu dan tenaga.

Seiring berlalunya waktu, karena melihat anak muda lancar-lancar saja bertransaksi secara non tunai, orang tua yang tadinya takut-takut, sebagian mulai menyukai pola pembayaran yang sama.

Nah, kemajuan pesat GNNT akhirnya mendapatkan momentum berharga, yakni sejak negara kita dilanda bencana pandemi Covid-19. Bahwa pandemi itu bencana besar, jelas tak dapat disangkal.

Namun demikian, ternyata pandemi itu ada sisi positifnya bagi GNNT. Karena berlakunya pembatasan sosial, di mana setiap orang diharapkan beraktivitas dari rumah masing-masing, membuat sistem pembayaran non tunai, khususnya via digital banking, menjadi pilihan banyak orang.

Digital banking itu sendiri adalah pelayanan transaksi perbankan yang dilakukan secara digital melalui jaringan internet. Jadi, kebiasaan untuk bertransaksi di ATM bisa dikurangi, sepanjang jaringan internet tersedia di gawai seseorang.

Sebetulnya, sebelum pihak bank memberikan pelayanan digital banking, sudah ada yang disebut dengan mobile banking yang juga menggunakan jaringan internet.

Ya, mobile banking dan juga internet banking, bisa dikatakan sebagai bagian dari digital banking. Cakupan digital banking lebih luas, karena bisa dipakai untuk membuka rekening baru tanpa perlu datang ke kantor bank.

Seperti apa kemajuan GNNT? Ini bisa dilihat dari publikasi terbaru yang dilakukan BI, antara lain melalui harian Kompas (31/5/2021). Maka, terungkaplah data yang terkait dengan sistem pembayaran di negara kita posisi akhir April 2021.

Dalam hal ini, BI mengelompokkan sistem pembayaran non tunai menjadi beberapa jenis seperti berikut ini.

Pertama, transaksi menggunakan kartu debit. Masyarakat sering menyebutnya dengan kartu ATM. Kartu itu terhubung dengan rekening simpanan seseorang di bank. Artinya, jika digunakan, langsung mengurangi saldo simpanan si pemegang kartu.

Pada April 2021 jumlah nominal transaksi dengan kartu debit secara nasional, tercatat sebesar Rp 659,57 triliun, atau naik 33,33 persen selama 1 tahun (dibanding posisi April 2020).

Kedua, transaksi menggunakan kartu kredit. Namanya juga kredit, artinya jika digunakan, maka si pemegang kartu akan tercatat punya utang ke bank yag menerbitkan kartu.

Pada April 20201 jumlah nominal transaksi yang memakai kartu kredit sebesar Rp 20,03 triliun. Hal ini naik 25,47 persen dibandingkan posisi April 2020.

Ketiga, transaski memakai uang elektronik. Ada dua jenis uang elektronik, yakni berbasis chip dan berbasis aplikasi. 

Yang berbasis chip berbentuk kartu, yang dibeli terlebih dahulu dan bisa di-top up (isi ulang). Kartu ini terdongkrak pemakaiannya karena wajib ada bagi pengendara mobil yang melewati jalan tol

Contoh uang elektronik berbasis chip adalah Brizzi, Flazz, e-Money, dan sebagainya. Sedangkan yang berbasis aplikasi tidak ada bentuk fisiknya, antara lain Gopay, OVO, dan LinkAja.

Pada April 2021, jumlah nominal transaksi dengan memakai uang elektronik sebesar Rp 22,85 triliun. Hal ini naik 30,17 persen dibandingkan posisi April 2020.

Keempat, transaksi daring via digital banking, yang penjelasan singkatnya telah disinggung sebelumnya. Dari data BI, pada April 2021, total transaksi menggunakan digital banking tercatat sebesar Rp 3.114,1 triliun, atau naik 46,36 persen dibanding data satu tahun sebelumnya.

Kelima, menggunakan sistem kliring biasa yang diselenggarakan BI, yang disebut dengan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia). Pada April 2021, transaksi SKNBI tercatat sebesar Rp 413,04 triliun, naik 23,26 persen dibanding April 2020.

Keenam, menggunakan sistem kliring elektronik untuk nominal besar (Rp 100 juta ke atas) yang juga diselenggarakan BI. Sistem ini disebut RTGS (Real Time Gross Settlement). 

Pada April 2021, tercatat total transaksi yang menggunakan RTGS sebesar Rp 15.568,42 triliun. Hal ini mengalami kenaikan sebesar 39,60 persen dibandingkan April 2020.

Perlu diketahui, pada sistem kliring, baik dengan metode SKNBI maupun RTGS, dilakukan melalui pertukaran warkat antar bank, seperti menggunakan cek dan bilyet giro.

Jadi, pengguna sistem kliring, rata-rata berupa institusi, bukan nasabah individu. Transaksi antar perusahaan kelas menengah ke atas atau antar instansi, lazimnya menggunakan sistem kliring.

Nah, dari data di atas, terlihat secara nominal RTGS yang paling dominan. Ini tidak mengherankan, karena itu tadi, dilakukan oleh institusi. Sekali transaksi saja bisa miliaran rupiah, bahkan lebih.

dok. infobanknews.com
dok. infobanknews.com
Namun, yang menarik dalam konteks kampanye GNNT, terlihat betapa pesatnya perkembangan transaksi digital banking. Buktinya, di antara ke 6 metode GNNT di atas, jelas pertumbuhan dalam persentase, digital banking yang paling tinggi.

Kepesatan tersebut, seperti yang telah disinggung sebelumnya, berkemungkinan besar sebagai salah satu dampak positif dari pemberlakuan pembatasan sosial.

Bagaimana dengan sistem pembayaran konvensional yang memakai uang tunai? Sistem ini bagaiamanpun tetap diperlukan, karena inilah yang paling praktis untuk transaksi yang melibatkan pelaku usaha skala mikro. 

Meskipun bagi sebagian orang, biasa saja punya beberapa rekening bank dan beberapa kartu debit atau kredit, kenyataannya masih cukup banyak warga yang belum punya rekening bank. Makanya, uang tunai menjadi alat transaksi utama bagi kelompok masyarakat kelas bawah ini.

Kembali ke data BI, tercatat bahwa BI mengedarkan uang kartal (uang kertas dan uang logam) pada posisi April 2021 sebesar Rp 843,4 triliun. Hal ini naik 13,42 persen dibandingkan posisi April 2020.

BI secara eksplisit menjelaskan bahwa kebijakannya akan terus diarahkan untuk mempercepat digitalisasi sistem pembayaran dan akselerasi transaksi ekonomi dan keuangan digital.

Makanya, meskipun kita pasti berharap badai pandemi cepat berlalu, namun kebiasaan positif masyarakat untuk bertransaski secara non tunai, tetap bisa meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun