Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ribetnya Berobat di Rumah Sakit, Semua Sama-sama Takut

2 Juni 2021   08:00 Diperbarui: 3 Juni 2021   08:41 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum pandemi, saya rutin setiap 6 bulan konsultasi ke seorang internist atau dokter spesialis penyakit dalam yang praktik di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta Timur. Tapi, karena pandemi, sudah 15 bulan saya tidak melakukannya.

Artinya, ada dua kali jadwal konsultasi yang saya lewatkan begitu saja. Itu karena saya menduga akan kurang aman jika berada di rumah sakit. Teman-teman saya juga banyak yang bercerita kalau takut ke rumah sakit atau ke klinik tempat mereka biasa berobat.

Meskipun demikian, saya tetap memeriksa darah dan urin ke salah satu lab klinik  yang cukup terkenal di Jakarta. Tentu saya melakukannya dengan penuh kewaspadaan dan mematuhi protokol kesehatan.

Adapun unsur apa yang harus dicek, saya samakan dengan unsur yang rutin diminta dokter langganan saya. Makanya, hasil lab sebelumnya saya unjukkan kepada petugas di sana.

Karena hasil lab selama ini baik-baik saja, makanya saya menunda konsul ke dokter. Sesuai dengan format laporan hasil pemeriksaan di lab tersebut, bila ada unsur yang diperiksa yang hasilnya di luar range standar normal, akan muncul tanda bintang.

Akhirnya, setelah mempertimbangkan berbagai hal, saya memutuskan untuk konsul ke dokter. Ada satu hal yang mengkhawatirkan saya, yakni terkait dengan hasil lab terbaru atas fungsi ginjal saya.

Memang, hasilnya masih normal. Tapi, skornya menurun siginifkan. Padahal angkanya semakin besar semakin baik. Skor normalnya untuk unsur yang saya periksa itu di atas 60.

Skor saya sendiri 71, artinya masih baik. Namun, dibanding kondisi 6 bulan yang lalu, telah terjadi penurunan, karena ketika itu skornya 83. Dari referensi yang saya baca, orang yang sering minum obat, bisa memperburuk fungsi ginjal.

Nah, selama pandemi ini, jujur, saya rutin mengkonsumsi berbagai vitamin. Ada vitamin B Kompleks, C, D, E, dan Zinc. Itu juga karena di kantor tempat saya bekerja, semua karyawan diberikan vitamin tersebut.

Sebelum itu, saya lebih sering meminum rebusan jahe atau obat tradisional lainnya, ketimbang vitamin dalam bentuk pil atau kapsul. Selain itu saya juga mengkonsumsi madu dan habbatussauda.

Sesuai prosedur di rumah sakit langganan saya, saya mendaftar melalui aplikasi. Kemudian, saya juga mendapat jawaban kalau sudah didaftarkan dan diminta mengisi formulir secara online dengan memberikan link tertentu.

Tapi, entah kenapa, dua kali saya coba masuk ke link tersebut, dua-duanya gagal. Terus saya diamkan saja, dengan harapan pada hari saya harus berkunjung, saya akan datang jauh lebih awal, agar bisa dibantu petugas mengisikan formulir tersebut.

Ternyata pas sampai di pintu lobi rumah sakit, terhadap pengunjung yang antre dengan posisi berjarak, setelah dicek suhu tubuhnya, dibolehkan mengisi formulir secara manual.

Isi formulir tersebut berupa pernyataan tentang kondisi kesehatan pasien, antara lain apakah pernah terpapar covid-19, apakah lagi isolasi, apakah pernah kontak yang terpapar Covid-19, apakah sudah divaksin, dan apakah punya gejala tertentu yang mirip gejala pengidap Covid-19.

Setelah saya melangkah ke dalam gedung, saya cukup kaget menyaksikan pengunjung yang antre lumayan panjang di depan pintu lift. Hanya ada dua unit lift, sehingga tidak sebanding dengan pengunjung.

Ruang tunggu poliklinik juga penuh. Saya awalnya terpaksa berdiri karena kursi yang tersedia sebagian diberi tanda silang yang berarti tidak boleh diduduki.

Mungkin karena saya datang di hari Sabtu, hari di mana orang kantoran punya waktu untuk konsul ke dokter. Namun, seingat saya, sebelum pandemi saya juga biasanya datang di hari Sabtu, tapi tidak seramai itu.

Dari pengamatan saya sekilas, pihak rumah sakit sudah berusaha mengawasi agar semua pengunjung mematuhi protokol kesehatan, khususnya agar tidak terjadi kerumunan.

Jadi, menurut saya, bagi yang harus berobat ke rumah sakit, tidak perlu takut. Hanya, memang dituntut untuk selalu waspada. Prosedur 3M harus dilakukan secara ketat.

Seperti diketahui, 3M tersebut terdiri dari memakai masker, menjaga jarak dengan orang lain, dan mencuci tangan menggunakan sabun atau dengan hand sanitizer.

Masing-masing rumah sakit tentu punya prosedur tersendiri, tapi pada intinya lebih ketat menyaring pengunjung dan mematuhi protokol kesehatan. Makanya prosedur yang harus diikuti pengunjung lebih ribet ketimbang sebelum pandemi.

Sebetulnya, yang ketakutan bukan hanya pasien atau pengunjung saja, tapi juga tenaga kesehatan atau petugas lainnya yang berada di rumah sakit. Jadi, semua sama-sama takut.

Bagus juga sebetulnya, artinya semua orang berhati-hati. Makanya, bila memang perlu ke dokter, ya datang saja. Tak perlu ditunda, sepanjang selalu waspada dan berusaha untuk secara ketat mematuhi protokol kesehatan.

Jangan kaget kalau sebagian tenaga kesehatan melayani pasien dengan memakai alat pelindung diri (APD) yang lebih dari sekadar memakai masker. Dan di rumah sakit langganan saya, pasien dibebankan biaya khusus, yang di kuitansi tertulis APD.

Jadi, pada perincian biaya yang harus saya bayar, selain biaya konsul, saya terkena Rp 30.000 biaya APD dan Rp 80.000 biaya administrasi. Mungkin dengan begitu, pihak rumah sakit mendapatkan dana buat membeli APD bagi tenaga kesehatan di sana.

O ya, saat mau membayar di kasir, antrean lumayan panjang, karena masing-masing menjaga jarak. Untung saya dibisiki seorang suster agar membayar di kasir lantai lain, yang antreannya lebih pendek.

Demikian sekelumit pengalaman saya. Lebih ribet memang, tapi Insya Allah aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun