Menulis membuat hari-hari saya terasa bergairah dan saya punya semangat untuk lebih banyak membaca. Dengan membaca apa saja, saya menemukan topik dari berbagai bidang untuk ditulis. Makanya saya tidak punya spesialisasi di bidang tertentu.
Menjadi lansia tidak lagi mencemaskan bagi saya. Lansia di era milenial bukan seperti lansia jadul. Lansia tidak lagi identik dengan sakit-sakitan, tapi bisa mengimbangi anak muda dalam menggunakan laptop atau telpon pintar. Banyak juga lansia yang ketagihan bermedia sosial.
Panutan saya dalam dunia tulis menulis adalah pasangan suami istri yang berbahagia, yang telah menjalani susah senang membangun mahligai rumah tangga selama 56 tahun, yakni Bapak Tjiptadinata Effendi dan Ibu Roselina Tjiptadinata (selanjutnya saya tulis Pak Tjipta dan Bu Lina).
Mungkin tidak semua hal bisa saya tiru dari beliau berdua, karena produktivitasnya sangat luar biasa. Tapi paling tidak, semangatnya bisa saya ambil.
Saya beruntung sudah dua kali bertemu secara fisik dengan pasangan yang telah menginspirasi banyak orang tersebut, tidak saja para kompasianer, tapi juga komunitas di berbagai bidang lainnya. Soalnya, Pak Tjipta dulunya lama menjadi Grandmaster Reiki, sebuah teknik terapi pengobatan.
Sungguh, Pak Tjipta dan istri sangat ramah dan tidak terkesan menggurui kepada mereka yang lebih muda. Yang saya salut, bila berbicara dengan saya selalu dalam bahasa Minang yang fasih. Padahal beliau sudah cukup lama tidak lagi menetap di Padang.
Sebagian orang Minang sekarang sudah mulai meninggalkan bahasa daerah dan sehari-hari di keluarganya berbicara dalam bahasa Indonesia, bukan saja mereka yang tinggal di rantau, tapi juga yang tinggal di Padang. Tapi, tidak demikian dengan Pak Tjipta.
Tinggal di Australia sekian lama ternyata tidak membuat lidah Pak Tjipta keseleo bila berbicara bahasa Minang. Dan lidah yang sama masih sangat menyukai masakan Padang. Tak heran, kalau mentraktir rekan-rekannya, termasuk saya pernah mencicipi, rumah makan Minang di Jalan Veteran, Jakarta Pusat, sering menjadi pilihan beliau.
Jelas, saya belum ada apa-apanya jika dibandingkan Pak Tjipta dan Bu Lina. Tapi, dengan tetap menulis seperti Pak Tjipta dan Bu Lina, saya tidak lagi cemas menjalani hari demi hari dengan status pensiunan. Beliau berdua berbahagia, saya juga ingin seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H