Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bahasa Ngeblog, Bahasa Suka-suka? Pasti Bukan di Kompasiana

24 Oktober 2020   00:01 Diperbarui: 24 Oktober 2020   00:20 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Blog keroyokan Kompasiana dengan sekitar 600.000 anggota, baru saja berulang tahun yang ke-12, 22 Oktober 2020 kemarin. Inilah blog yang tulisan-tulisannya boleh dikatakan relatif punya selera berbahasa yang baik.

Soalnya, para kompasianer (julukan bagi para penulis di Kompasiana), secara demografi sangat beragam, dari para pelajar hingga para pensiunan. Juga mewakili berbagai profesi, ada yang petani, guru, dosen, bankir, pejabat pemerintah, akuntan, dokter, advokat, budayawan, arkeolog, rohaniwan, dan sebagainya. Begitu pula dari suku dan agama, semua terwakili.

Lalu, soal domisili, sangat tersebar, bukan saja dari Aceh sampai Papua dan dari Manado hingga Kupang, tapi juga yang berada di Belanda, Jerman, Australia, Jepang, China, Malaysia, Filipina, Australia, Amerika Serikat, dan sebagainya.

Maka, jika bahasa ngeblog secara umum lebih banyak yang bergaya anak gaul Jakarta (meskipun penulisnya bukan warga Jakarta) yang bercampur dengan bahasa Inggris, maka itu tidak berlaku di Kompasiana.

Jadi, gaya komunikasi yang "Jakarta sentris" yang digunakan oleh jutaan anak muda perkotaan di berbagai penjuru tanah air (jangan lupa, penyiar radio di pelosok pun, biar gaya, berbahasa ala Jakarta), di Kompasiana diperkaya, sehingga terasa sekali ke-Indonesia-annya. Memang, Kompasiana itu bisa dikatakan "bhineka tunggal ika".

Meskipun juga ada kompasianer yang berbahasa gaul, tapi hanya sebagai bumbu, agar pembaca lebih santai membacanya, atau lebih mudah dinikmati. Jarang ditemui singkatan seenaknya ala di media sosial. Tata bahasa, meskipun tidak kaku-kaku banget, masih dipatuhi para kompasianer. Apalagi, ada beberapa kompasianer yang dengan baik hati berbagi pengetahuan kebahasaan.

Bahkan, beberapa kosakata yang langka terdengar, namun kosakata itu tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menjadi pilihan kata yang dimunculkan beberapa kompasianer, terutama pada rubrik Fiksiana.

Mungkin saja di mata anak gaul, Kompasiana merupakan blog yang serius. Anggapan yang tidak sepenuhnya salah. Tapi, kalau mereka mau menyelami Kompasiana, karena sebagian besar tulisan telah dikemas dengan gaya populer, bisa jadi anak gaul pun akan jatuh cinta.

Buktinya, tak sedikit para pelajar dan mahasiswa yang awalnya menulis di Kompasiana karena memenuhi tugas dari guru atau dosennya, akhirnya behasil melahirkan tulisan lain yang merupakan inisiatif pribadi.

Dengan menjadi kompasianer, para remaja yang terbiasa menulis di akun media sosialnya memakai "gue" (sering pula disingkat lagi jadi "gw") sebagai kata ganti orang pertama dan "lu" sebagai kata ganti orang kedua, akhirnya nyaman memakai kata "saya".

Beberapa remaja mungkin tidak nyaman menggunakan "saya" karena kesannya terlalu formal, sehingga menggunakan "aku" yang lebih merupakan bahasa keseharian. 

Pemakaian kata "dong", "deh" dan "sih", bukannya tidak ada di Kompasiana. Begitu juga akhiran "in" yang seharusnya "kan". Namun, sekali lagi, hal itu tidak mendominasi. Di blog lain boleh-boleh saja memakai bahasa suka-suka, tapi bukan di Kompasiana.

Tak sia-sia Kompasiana dilahirkan oleh grup Kompas. Sedikit banyak, gaya jurnalisme Kompas yang rapi dalam berbahasa, tidak menggunakan istilah yang provokatif karena lebih mengedepankan toleransi dalam keberagaman, menular kepada para kompasianer.

Tentu sah-sah saja, bila di Kompasiana, seperti juga di hampir semua media daring, muncul tulisan yang judulnya disusun sedemikian rupa (terutama pada tulisan tentang politik), sehingga memancing rasa ingin tahu pembaca. Toh, sepanjang judul tersebut memang disinggung pada isi tulisan, meskipun porsinya tidak banyak, sudah mencerminkan bahwa si penulisnya tidak bermaksud mengelabui pembaca.

Tanpa bermaksud menepuk dada, tak berlebihan bila dikatakan Kompasiana telah memberikan kontribusi yang memadai dalam mengembangkan blog yang berbahasa secara baik, bukan bahasa suka-suka. Dari sisi konten pun, Kompasiana telah menciptakan "Indonesia mini". 

Inilah buah kerja keras para kompasianer, admin, pengelola dan semua pihak yang terlibat di Kompasiana. Selamat buat kita semua, semoga semakin sukses.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun