Perlu diingat, sebelum bank jangkar mengucurkan bantuan, bank jangkar melakukan penilaian terlebih dahulu, sehingga dengan demikian bank jangkar sudah tahu "isi perut" bank yang akan dibantu. Jadi, kalau nanti berlanjut ke kawin paksa, bank jangkar sudah tidak membeli kucing dalam karung lagi.
Di satu sisi, kalau memang terjadi kawin paksa, ada hal positif, konsolidasi perbankan nasional akan berjalan lebih cepat. Bank yang jadi sasaran untuk dikonsolidasi, tidak punya pilihan lain, kecuali kalau mau mati (ditutup).
Tapi di sisi lain, semakin mempertegas betapa sangat timpangnya struktur perbankan nasional, di mana bank-bank papan atas yang diwakili oleh bank-bank jangkar itu, semakin membesar dan siap "menerkam" bank-bank kecil.Â
Ini suatu tantangan berat buat bank-bank kecil. Idealnya, kecil dalam jumlah aset tidak harus kecil juga dalam kualitas asetnya. Sekiranya bank-bank kecil itu telah menerapkan prinsip prudential banking secara konsisten, tentu akan tetap berdiri kokoh, meski ada pandemi, karena early warning system-nya berfungsi dengan baik.
Bagaimanapun juga, kawin paksa selalu tidak enak bagi salah satu pihak. Seperti kisah Siti Nurbaya, perkawinannya dengan Datuk Maringgih adalah kebahagiaan sang datuk di atas penderitaan Siti Nurbaya. Bank mana saja yang akan jadi "Siti Nurbaya"?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H