Leni sendiri tinggal di Jakarta, dan ikut juga ke acara resepsi pernikahan di atas. Jiwa sosial Leni yang tinggi membuat ia dekat dengan semua teman kuliah dulu. Kecuali yang sepasang suami istri, 3 cewek lain dari rombongan Padang, selama di Jakarta menginap di rumah Leni.
Saya yang penasaran dengan kegegeran di grup WA, segera menelpon Leni, dan mendapat cerita lebih lengkap tentang bagaimana liku-liku perjuangan rombongan Padang sewaktu berniat menemui Fatur.
Rupanya setelah menghadiri resepsi pada Minggu malam, besok sorenya rombongan Padang sudah sampai di rumah Fatur. Sebelumnya salah seorang sudah mengirim WA ke Fatur secara japri memberitahu mereka mau datang. Fatur membaca pesan itu tapi tak membalasnya, yang diartikan teman-teman sebagai mempersilakan untuk datang.
Ternyata Fatur tidak ada di rumah. Istrinya juga tidak ada. Yang ada asisten rumah tangga yang mengatakan Fatur dan istri lagi ke dokter. Ditunggu sampai malam, Fatur tak kunjung pulang. Ada yang mencoba menelpon, tapi tidak diangkat Fatur. Akhirnya kembali seorang anggota rombongan menulis pesan WA, bahwa mereka akan datang lagi besok jam 10 pagi, karena sorenya akan kembali ke Padang.
Pesan tersebut kembali dibaca Fatur, tapi juga tidak dibalas. Karena sudah pensiun, pikir teman-teman itu Fatur akan di rumah saja. Ternyata sesampainya di rumah Fatur besok paginya, Fatur lagi-lagi tak di rumah. Kata asisten rumah tangganya Fatur mengantar anak bungsunya ke kampus tempat kuliahnya.
Setelah hampir dua jam menunggu, akhirnya setelah beberapa kali menelpon, Fatur baru menjawab dengan mengatakan bahwa ia setelah dari kampus anaknya pergi untuk suatu keperluan ke Bogor dan baru akan pulang sorenya. Rombongan Padang pun kecewa berat karena jam 3 sore mereka sudah harus sampai di bandara Soekarno-Hatta unuk terbang ke Padang.
Bagi saya jelas sudah bahwa Fatur tidak mau ketemu teman-temannya. Saya sependapat dengan Leni bahwa Fatur sombong. Tapi saya tak sepakat dengan cara Leni menghajarnya yang berbuntut keluarnya Fatur dari grup WA.
Menurut saya, kesombongan Fatur sudah jadi hal yang tak dapat dikendalikan teman-temannya lagi, anggap saja sudah dari sono-nya. Digurui atau dimarahi malah buang-buang energi saja.Â
Bahkan saya menyalahkan rombongan Padang yang tetap ngotot mau menemui Fatur, padahal saya mengartikan tidak adanya balasan WA dari Fatur terkait konfirmasi kedatangan rombongan, sama dengan sinyal penolakan.
Saya sendiri punya pengalaman pribadi dengan orang yang saya nilai sombong. Saya punya teman seusia, sebut saja namanya Soni. Sebetulnya Soni masih terhitung famili jauh saya, yang karena yatim piatu, dibawa kakek saya dari sebuah desa di Kabupaten Agam, Sumbar, yang juga desa asal kakek.Â
Rumah orang tua saya dan rumah kakek bersebelahan, sehingga Soni menjadi teman sepermainan saya sejak usia 6 tahun ketika ia diboyong dari desanya, sampai Soni menamatkan SMA. Mirip Fatur, Soni juga tampan dan pintar. Bahkan Soni menurut saya jauh lebih pintar karena ia berhasil masuk kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai mahasiswa undangan.