Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Direktur BUMN Tak Paham Laporan Keuangan? Tinggal Belajar Sebentar

17 April 2020   11:15 Diperbarui: 18 April 2020   03:42 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Shutterstock.com/dimuat kompas.com

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  Erick Thohir mengaku mendapat laporan soal adanya petinggi perusahaan plat merah yang tak mengerti laporan keuangan. Namun Erick tak mengungkap siapa direksi yang dimaksudkannya, seperti yang ditulis kompas.com (13/4/2020).

Sebagai seorang yang berlatar belakang pendidikan di fakultas ekonomi, jurusan akuntansi, tentu saja hal itu menarik perhatian saya. Kebetulan pula saya bekerja di sebuah BUMN dan menghabiskan waktu yang relatif lama di divisi akuntansinya.

Secara struktur organisasi, divisi akuntansi di banyak perusahaan berada di bawah direktur keuangan. Dulu, sampai tahun 1980-an, jumlah akuntan yang memperoleh register negara (bukan sekadar lulusan pendidikan tinggi di bidang akuntansi) termasuk langka. Makanya kepala divisi akuntansi bisa saja dijabat oleh bukan akuntan, biasanya sarjana ekonomi jurusan manajemen.

Sekarang karena aspek teknis akuntansi semakin luas seiring dengan berkembangnya standar akuntansi yang harus diterapkan, dan karena jumlah akuntan juga sudah sangat banyak, maka di banyak perusahaan, kepala divisi akuntansi biasanya diserahkan kepada seorang akuntan.

Namun untuk posisi direktur keuangan, lain ceritanya. Semakin tinggi jabatan, akan semakin berkurang tuntutan untuk memahami aspek teknis. Yang lebih diperlukan untuk seorang selevel direktur adalah kemampuan manajerial. Jangan heran kalau direktur keuangan banyak yang bukan akuntan.

Tapi sekadar untuk memahami laporan keuangan yang disusun oleh bawahannya di divisi akuntansi, tentu harus bisa. Seorang direktur keuangan biasanya tidak membawahi divisi akuntansi saja, tapi juga divisi tresuri sebagai "bendahara" perusahaan, divisi sistem informasi manajemen, dan divisi yang bertugas menangani anggaran.

Maka kandidat direktur keuangan, bisa saja berasal dari beberapa kepala divisi di atas, atau justru orang lapangan, maksudnya dari divisi bisnis. Tak jarang pula dari kepala wilayah besar, semisal kepala wilayah DKI Jakarta dan provinsi lain di Pulau Jawa. 

Memang untuk memahami teknis pembukuan untuk mencatat transaksi harian tidaklah gampang, maksudnya perlu waktu agak lama untuk belajar. Tapi sekadar memahami laporan keuangan, seharusnya tidak membutuhkan waktu belajar yang lama asal ada kemauan.

Meskipun ada banyak jenis laporan keuangan, namun yang utama hanya dua laporan saja, yakni "Neraca" atau balance sheet dan Laporan Laba-Rugi atau profit and loss statement. Neraca berisikan daftar harta, utang dan modal perusahaan, sedangkan Laporan Laba-Rugi berisikan daftar pendapatan dan biaya.

Justru akhirnya strategi profit planning harus dipegang oleh direktur keuangan bersama dengan direktur utama. Ketika laporan  keuangan yang "asli" yang disodorkan kepala divisi akuntansi menunjukkan perolehan laba yang terlalu besar, bisa saja direktur akan memberikan instruksi agar sebagian laba dijadikan "celengan" yang akan dikeluarkan bila nanti kondisi perusahaan mengalami penurunan kinerja.

Sekiranya jumlah laba terlalu kecil, maka sang direktur lazim pula meminta kepala divisi akuntansi untuk mengorek-ngorek "harta karun" agar waktu melakukan jumpa pers di hadapan para jurnalis desk ekonomi, bisa mempertahankan citra baik perusahaan. Bagaimana mengoreknya, serahkan saja pada divisi akuntansi, tentu sepanjang masih dalam koridor memenuhi standar akuntansi yang berlaku

Nah, sekarang bagaimana dengan direktur lain yang bukan direktur keuangan? Rata- rata di perusahaan berskala nasional seperti juga di banyak BUMN, paling tidak pada susunan direksi, selain direktur utama dan direktur keuangan, ada pula direktur operasional, direktur produksi, direktur pemasaran, direktur umum, dan sebagainya.

Idealnya tentu saja semua direktur tersebut harus mampu memahami laporan keuangan, karena sebetulnya ini sangat bermanfaat sebagai bekal dalam pengambilan keputusan. Bahkan tidak hanya untuk direktur, pada prinsipnya bagi semua karyawan, paling tidak untuk level staf ke atas, memerlukan kemampuan membaca laporan keuangan.

Laporan keuangan adalah "bahasa bisnis" karena dari situlah akan ketahuan apakah dari waktu ke waktu sebuah perusahaan mengalami kemajuan, jalan di tempat, atau malah mengalami kemunduran. Berdasarkan laporan itu pulalah, target bisnis ditetapkan.

Anggaplah pejabat di bidang pembelian barang, produksi, promosi, dan penjualan, hanya fokus ke pekerjaan masing-masing dan tidak mau tahu dengan kinerja perusahaan yang tergambar pada laporan keuangan. Tentu akan fatal akibatnya. Omzet penjualan boleh saja mengalami pertumbuhan, tapi perusahaan bisa rugi bila terjadi ketidakefisienan di bidang lain.

Bila ada direktur BUMN yang tidak mengerti laporan keuangan, solusinya sebetulnya gampang. Tidak mutlak harus segera diganti oleh yang lain, bila si direktur mau memanggil mereka yang menyusun laporan keuangan di BUMN tersebut dan tidak malu untuk belajar.

Dengan waktu dua jam setiap hari kerja selama satu atau dua minggu, sekadar mengerti hal-hal yang pokok dari laporan keuangan, termasuk bagaimana melakukan analisis atas laporan tersebut, harusnya sudah cukup.

Sejujurnya, saya merasa iri. Banyak teman saya yang bukan berasal dari pendidikan tinggi akuntansi,  bisa belajar dengan cepat bagaimana memahami laporan keuangan. Ada yang sarjana teknik, sarjana pertanian, sarjana hukum, dan disiplin ilmu lainnya. 

Padahal  bagi saya yang memang seorang akuntan, ternyata sangat tidak gampang mempelajari ilmu lain yang sebetulnya juga saya perlukan dalam meniti karir. Tahu sendiri, sekarang kan zamannya teknologi informasi, sebagian pekerjaan teknis akuntansi sudah diambil alih oleh aplikasi dari sistem informasi.

Akibatnya ada kekhawatiran saya, bagaimana dengan nasib lulusan ratusan pendidikan tinggi akuntansi di seluruh penjuru tanah air, bila mereka tidak kreatif dalam memahami dan mengembangkan teknologi informasi? Tak ada jalan lain, kolaborasi antar disiplin ilmu mutlak diperlukan agar survive di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun