Keputusan pemerintah tampaknya sudah final berkaitan dengan aktivitas mudik lebaran tahun ini. Presiden Jokowi dengan lantang menyatakan bahwa semua Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, dan semua pegawai BUMN, dilarang mudik. Hal ini berulang-ulang disiarkan oleh banyak stasiun televisi.
Sedangkan untuk masyarakat umum, diimbau untuk tidak mudik, sambil pemerintah akan melihat lebih detail lagi bagaimana situasi di lapangan dan mengevaluasi dari hal-hal yang ada di lapangan. Ya, terkesan masih belum tegas, tapi harus diakui melarang masyarakat mudik, belum tentu langkah terbaik.
Sedangkan larangan mudik untuk ASN, tentu diambil pemerintah setelah mempertimbangkan berbagai aspek dengan matang. Bahkan jadwal cuti bersama setelah lebaran, yang merupakan tambahan cuti bersama dari yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni dari tanggal 28 sampai 31 Mei 2020, digeser menjadi 28 sampai 31 Desember 2020.
Masalahnya, walaupun ASN dilarang mengajukan cuti secara individual, toh masih ada hari libur lebaran yang relatif lama, yakni dari tanggal 21 hingga 27 Mei 2020.Â
Siapa yang menjamin selama 7 hari libur lebaran tersebut bakal tidak ada ASN, anggota TNI dan Polri, serta pegawai BUMN, yang tergoda untuk pulang kampung.
Lalu, bagaimana cara mengawasinya untuk memastikan bahwa semua mereka  yang dilarang mudik di atas, betul-betul tidak mudik. Apakah akan ada razia besar-besaran di gerbang masuk setiap kabupaten? Kalau ketahuan ada ASN yang bertugas di daerah "merah" seperti Jabodetabek, apakah akan ditolak masuk?
Atau mereka dibiarkan masuk dengan catatan harus melakukan isolasi di suatu tempat penampungan yang disiapkan seperti di balai pertemuan setempat? Kemudian namanya dicatat dan dilaporkan ke instansinya untuk mendapatkan sanksi secara dinas?
Memang kalau berbicara apa sanksinya, sudah jelas. Dilansir dari liputan6.com (9/4/2020), Kepala Badan Kepegawaian Negara akan memberikan sanksi disiplin berat bila ada ASN yang nekad mudik terbukti positif Covid-19, karena dinilai membahayakan orang lain.
Sanksi berat tersebut di antaranya penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pencopotan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak dengan hormat.
Apakah hal itu dapat ditafsirkan bila ASN yang mudik tidak positif Covid-19, tidak akan terkena sanksi? Kalau begitu boleh jadi ASN di Jabodetabek akan ramai-ramai melakukan tes menjelang lebaran ini. Seandainya hasilnya  negatif, mereka akan diam-diam mudik.
Perlu pula dipikirkan, pengertian mudik tidak selalu dari Jabodetabek mengalir ke berbagai daerah. Tak sedikit pula ASN yang ditempatkan di daerah, namun istri dan anak-anaknya tinggal di Jakarta, karena penugasan di daerah dianggap tidak permanen.