Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

ASN Dilarang Mudik, Bagaimana Mengawasinya?

12 April 2020   07:10 Diperbarui: 12 April 2020   07:15 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keputusan pemerintah tampaknya sudah final berkaitan dengan aktivitas mudik lebaran tahun ini. Presiden Jokowi dengan lantang menyatakan bahwa semua Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, dan semua pegawai BUMN, dilarang mudik. Hal ini berulang-ulang disiarkan oleh banyak stasiun televisi.

Sedangkan untuk masyarakat umum, diimbau untuk tidak mudik, sambil pemerintah akan melihat lebih detail lagi bagaimana situasi di lapangan dan mengevaluasi dari hal-hal yang ada di lapangan. Ya, terkesan masih belum tegas, tapi harus diakui melarang masyarakat mudik, belum tentu langkah terbaik.

Sedangkan larangan mudik untuk ASN, tentu diambil pemerintah setelah mempertimbangkan berbagai aspek dengan matang. Bahkan jadwal cuti bersama setelah lebaran, yang merupakan tambahan cuti bersama dari yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni dari tanggal 28 sampai 31 Mei 2020, digeser menjadi 28 sampai 31 Desember 2020.

Masalahnya, walaupun ASN dilarang mengajukan cuti secara individual, toh masih ada hari libur lebaran yang relatif lama, yakni dari tanggal 21 hingga 27 Mei 2020. 

Siapa yang menjamin selama 7 hari libur lebaran tersebut bakal tidak ada ASN, anggota TNI dan Polri, serta pegawai BUMN, yang tergoda untuk pulang kampung.

Lalu, bagaimana cara mengawasinya untuk memastikan bahwa semua mereka  yang dilarang mudik di atas, betul-betul tidak mudik. Apakah akan ada razia besar-besaran di gerbang masuk setiap kabupaten? Kalau ketahuan ada ASN yang bertugas di daerah "merah" seperti Jabodetabek, apakah akan ditolak masuk?

Atau mereka dibiarkan masuk dengan catatan harus melakukan isolasi di suatu tempat penampungan yang disiapkan seperti di balai pertemuan setempat? Kemudian namanya dicatat dan dilaporkan ke instansinya untuk mendapatkan sanksi secara dinas?

Memang kalau berbicara apa sanksinya, sudah jelas. Dilansir dari liputan6.com (9/4/2020), Kepala Badan Kepegawaian Negara akan memberikan sanksi disiplin berat bila ada ASN yang nekad mudik terbukti positif Covid-19, karena dinilai membahayakan orang lain.

Sanksi berat tersebut di antaranya penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pencopotan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak dengan hormat.

Apakah hal itu dapat ditafsirkan bila ASN yang mudik tidak positif Covid-19, tidak akan terkena sanksi? Kalau begitu boleh jadi ASN di Jabodetabek akan ramai-ramai melakukan tes menjelang lebaran ini. Seandainya hasilnya  negatif, mereka akan diam-diam mudik.

Perlu pula dipikirkan, pengertian mudik tidak selalu dari Jabodetabek mengalir ke berbagai daerah. Tak sedikit pula ASN yang ditempatkan di daerah, namun istri dan anak-anaknya tinggal di Jakarta, karena penugasan di daerah dianggap tidak permanen.

Biasanya ASN yang seperti itu memakai pola PJKA dalam menyiasati agar bisa berkumpul dengan keluarga. PJKA maksudnya Pulang Jumat kembali Ahad (hari Minggu). Alangkah malangnya bila ASN tersebut tidak bisa pulang ke Jakarta.

PJKA ini bisa pula bersifat sebaliknya, yakni ASN yang dipindahkan ke Jakarta, namun keluarganya sengaja ditinggal di kota tempat ia bertugas sebelumnya. 

Bahkan bagi pegawai BUMN yang punya cabang di semua kabupaten seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, Telkom, PLN, dan sebagainya, sangat banyak yang punya pergerakan PJKA ini. Cara melacaknya gampang, lihat saja di bandara pada Jumat malam dan pada Minggu malam.

Kemudian ada juga "mudik kecil" sebagai lawan "mudik besar" dari Jabodetabek ke berbagai penjuru nusantara. Contoh mudik kecil ini, umpamanya dari Surabaya ke Blitar, dari Bandung ke Pangandaran, dari Makassar ke Palopo, dari Padang ke Payakumbuh, dan sebagainya, yang prinsipnya dapat ditempuh dalam beberapa jam saja.

Jangan anggap ibu kota provinsi seperti Surabaya, Bandung, dan Makassar sebagai daerah aman. Memang tidak sebanyak Jakarta, tapi dari data yang diumumkan pemerintah, jumlah mereka yang terpapar Covid-19 di kota-kota itu tadi tidak bisa dianggap sedikit.

Masalahnya, mudik kecil ini sulit dilacak karena tanda nomor kendaraannya mugkin tidak membuat kaget orang kampung, karena sehari-hari pun banyak kendaraan dari daerah tetangga itu yang berlalu lalang.

Kesimpulannya, sangat tidak gampang melacak ASN apakah mereka mematuhi larangan mudik atau malah melanggarnya. Hanya terpulang kepada kesadaran masing-masing, baik kesadaran ASN-nya, maupun kesadaran keluarganya yang berdomisili di kampung halaman. Termasuk kesadaran antar anggota keluarga yang terpisah seperti yang dialami kelompok PJKA di atas.

Perwujudan kesadaran dimaksud adalah agar kita semua konsisten menerapkan pola hidup sehat dan secara ketat melakukan physical distancing, termasuk dengan keluarga sendiri di rumah.

Berdiam diri di rumah merupakan langkah terbaik. Namun apabila memang sangat tidak bisa dihindarkan untuk bepergian ke luar rumah, apalagi mudik, lakukan dengan cara yang sangat berhati-hati. Meskipun merasa sehat, tetap menjaga jarak agar tidak menulari atau ditulari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun