Sekiranya sakit, belum tentu sakit berat, dan bila sakit berat juga belum tentu akan segera meninggal dunia. Sikap positif dengan tidak berpikir macam-macam yang membuat kita jadi stres, bukan cara yang tepat.
Sikap demikianlah yang saya pakai ketika tak lama setelah saya menghubungi teman yang diisolasi tadi, masuk berita di grup WA yang khusus beranggotakan kakak-kakak saya, adik-adik saya, dan semua anak dan menantunya.
Ternyata seorang keponakan saya, ia seorang dokter berusia relatif muda yang kebetulan menjadi kepala sebuah puskesmas di sebuah kota di Riau, awalnya diduga berstatus PDP.
Memang ada kekhawatiran, mungkin saat bertugas di puskesmas, ia menerima pasien yang baru datang dari Malaysia tapi tidak mengaku baru datang dari negeri jiran tersebut.Â
Sekarang ia lagi diisolasi di RSUD setempat, sudah di-swab dan menunggu hasil pemeriksaan yang dikirim ke Jakarta. Tapi kabar baiknya, statusnya bukan lagi PDP, dugaan dokter yang merawatnya, hanya karena kelelahan.
Pesan di grup memang hanya semacam pengumuman dan memohon doa untuk kesembuhan keponakan saya itu. Lalu jika ada yang ditanyakan agar dijapri ke keponakan saya yang lain, yang juga seorang dokter di sebuah puskesmas di Payakumbuh, Sumatera Barat.
Menurut sang adik, kakaknya cukup kuat mentalnya meskipun tidak segera mendapatkan tindakan yang diharapkannya. Pada hari-hari pertama diisolasi, dokter yang merawatnya hanya melihat dari layar. Justru ibunya yang stres berat memikirkan nasib anaknya.
Padahal si ibu sudah berusia di atas 60 tahun. Segera saya kirim pesan buat si ibu yang juga kakak saya itu, agar jangan berpikir terlalu berat yang malah bisa menimbulkan stres.
Kesimpulannya, bila orang-orang yang kita cintai lagi berjuang buat kesembuhannya, terlepas dari apapun penyakit yang dideritanya, dalam berkomunikasi tidak perlu secara berlebihan, cukup dengan doa. Jangan pula berpikir terlalu jauh yang membuat kita stres.